Mau Hujan ataupun Kemarau, Kita hanya Perlu Bersyukur



Beberapa waktu ini tertarik dengan fenomena yang ada pada masyarakat. Sebenarnya ini sudah menjadi kebiasaan, atau mungkin malah menjadi kebiasaan umum manusia. Dimana saat ini Indonesia bagian Barat, terutama di pulau sumatra, khususnya di Lampung sedang musim kemarau. Dimana hari-hari terlewati begitu terik tapi hujan juga tak mau mampir sejenak. Mungkin beberapa kali awan yang sedikit hitam sempat berkumpul, namun angin buru-buru menyapunya dan membawa pergi awan hitam itu. Jalan-jalan juga menjadi penghasil debu paling banyak. Sampai sampai daun yang hijau tertutup oleh debu yang coklat.

Tapi yang paling menarik dibahas adalah manusianya. Sebenarnya tidak ada efek yang berarti kemarau ini kepada fisik manusia langsungnya, kecuali mungkin sedikit batuk-batuk karena setiap hari melewati jalan berdebu. Tapi keluhan-keluhan yang muncul dari kemarau inilah yang menarik.

Beberapa atau sebagian banyak orang mengeluhkan kemarau yang agak panjang ini, karena memang sudah 3 tahun ini musim lebih di dominasi dengan musim hujan meski ada kemaraunya tetapi tidak sampai mengeringkan sungai. Tapi bagi petani, dimana sudah sekitar 3 musim panen yang gagal karena penyakit atau juga banjir. Maka sebenarnya kemarau ini adalah kesempatan yang bagus bagi yang memiliki sawah dekat dengan sungai. Sayangnya air sungai pun mulai mengering. Dan sebagian besar petani pun mengeluhkannya.

Kabar baiknya, masjid dan mushalla kini makin banyak jamaahnya. Ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Orang-orang makin sadar bahwa yang memberikan rezeki adalah Allah swt. Maka mereka banyak berdoa untuk memohon agar turun hujan. Ya, walaupun jumlahnya masih sebagian kecil yang sadar ketimbang yang tidak, tapi setidaknya kemarau memberi keinsyfan.

Di lain orang, beberapa ada yang terus memilih pergi mencari pekerjaan di kota dan meninggalkan mata pencaharian mereka sebagai petani. Tapi ini juga di dukung karena hasil panen yang tak lagi bagus dan harga/modal awal untuk menanam yang terlalu mahal. Di tambahi dengan kebutuhan hidup yang semakin hari semakin maha, dan akses apapun yang semakin mudah membuat tingkat konsumtifitas masyarakat bertambah.

Tapi di lain waktu, ketika turun hujan deras yang rutin  dan berangsur-angsur, seperti kejadian pada awal 2018 kemarin yang hampir menyebabkan seluruh bagian dari lampung terkena bagian banjir. Lagi-lagi, hujan yang terlalu sering juga banyak membuat orang mengeluh. Terutama yang bekerja di pabrik, atau kantoran. Karena itu menghambat produktifitas mereka. Juga beberapa ibu-ibu yang jemurannya tak kunjung kering sampai 3 hari numpuk. Belum jalan-jalan tanah di daerah tertentu yang belum di batu ataupun di aspal menjadi penghalang aktifitas.

Jika kita menganggap hujan adalah pemberian dari Allah, kelebihan pemberian bisa jadi membuat kita mengeluh karena dampaknya yang tidak siap kita kelola dan syukuri. Jika kita anggap kemarau sebagai ujian kemiskinan, karena kekurangan air dimana-mana, sedang air adalah kebutuhan pokok. Maka kemarau adalah ujian. Dan jika amati dengan seksama, bahwa ujian kemarau lebih banyak menyadarkan manusia daripada musim hujan. Padahal kalau kita amati, bencana banjir lebih mengerikan di Indonesia, karena bisa menyapu bersih harta, ketimbang kemarau yang hanya membuat kita mungkin kehausan dan harus mengungsi untuk memperoleh air.

Jika kita memahami hal di atas, kita tarik variabel nya air, dan menggantinya dengan harta, maka dugaanku adalah cobaan harga melimpah lebih membahayakan dari pada kemiskinan. Karena di Indonesia sendiri, kayu di tancapkan masih bisa hidup dan menghasilkan makan (singkong), kecuali beberapa tempat khusus seperti di kota. Ya, kalau kita amati,  cobaan miskin di Indonesia paling sampai pada membuat orang keluar dari agama satu pindah ke agama lain karena iming-iming makanan. Tapi cobaan harta melimpah, membuat orang menjadi setan dan juga menjadi orang munafik. Dan kita pasti tahu, bahwa orang munafik terletak pada neraka paling bawah.

Jadi apa masalahnya? adalah bagaimana kondisi keimanan yang ada pada masyarakat. Orang Indonesia adalah orang yang sangat religius kok. Hanya saja ada yang tauhid nya salah, atau sekalian sesat. Tidak ada yang tidak percaya kepada yang ghaib, ya kalau nggak percaya sama Allah ya percaya kepada nenek moyang. Jarang yang tidak percaya tuhan, paling beberapa orang hasil bentukkan ideologi dari luar demi menguasai harta yang ada di Indonesia.

Dan inilah menjadi PR kita semua, yang mengaku sebagai muslim, adalah pembenahan tauhid. Maka berangkatlah dari iman, karena dengan iman kita akan lebih mensyukuri apa yang Allah berikan kepada kita apapun kondisinya.

0 komentar:

Ceceran huruf tentang Canggung



Suatu waktu, ketika kamu sedang di penuhi rasa semangat dan percaya diri yang tinggi, kamu pergi ke tempat temanmu. Lalu ketika sampai di sana ada seorang yang pernah akrab denganmu, lalu karena satu dua hal, kamu menghindar. Dan tiba-tiba kamu menjadi canggung, semua rasa percaya dirimu hilang. Ini membunuh benar-benar terasa begitu tidak mengenakkan. Dan juga membuatmu tidak bisa melakukan banyak hal karena kamu merasa canggung dengan orang tersebut.

Perasaan canggung biasanya terjadi karena satu dua hal yang belum selesai oleh orang atau kelompok yang berkaitan. Atau mungkin akibat satu atau dua kesalahan yang pernah kamu buat dan tidak kamu komunikasikan dengan baik dengan orang atau kelompok tersebut. Sehingga kamu merasa asing kembali, ntah itu karena kamu terkukung akibat kesalahanmu atau karena orang tersebut mengasingkan mu. Tapi apakah ini akan kamu biarkan begitu saja, sedangkan kamu juga masih belum mati, dan dia atau mereka pun belum mati. Maka satu dua hal itu masih saja bisa menghantuimu kapan saja dan itu membatasimu oleh banyak hal pula.

"Selesaikan", kata seorang teman bijak, "apa-apa yang satu dua hal itu. Sampaikan pula sesuatu yang mengganggu pikiranmu, karena satu dua hal yang nggak selesai itu akan tetap menjadi tanggung jawabmu." Ya, intinya kamu harus menyelesaikan masalah yang ada pada dirimu, bukan meninggalkannya, lalu pergi begitu saja. Apalagi jika berhubungan dengan orang lain, jika cuma masalah mu sendiri, maka ini hanya soal kapan kamu berhenti memikirkannya saja. Tapi jika itu terkait dengan orang lain maka satu dua hal itu akan terpikir kembali jika kamu bertemu dengan orang yang terkait.

Ada juga buku yang mengajarkan untuk bersikap bodo amat. Kamu tidak harus memperhatikan banyak hal yang bisa mengganggu mu, kamu hanya perlu memperhatikan hal-hal yang menjadi prioritas. Tetapi dalam buku itu juga meminta kita agar menyelesaikan apa yang sudah di lakukan. Hal itu juga meminta untuk tetap berjuang untuk hal yang menjadi prioritas kita, dan bersikap bodo amat terhadap nyinyiran yang lain. Selama itu benar, maka lakukanlah. Tetapi memendam sesuatu persoalan dan mengendapkannya dalam rasa tanpa pernah menyampaikannya, prinsip untuk bersikap bodo amat tak sepenuhnya berlaku. Karena masalahnya bukan pada orang lain disekitarmu, tapi ada pada dirimu sendiri.

Maka selesaikanlah. Jika harus meminta maaf, meminta maaflah. Jika harus memaafkan, maafkanlah. Karena perjalanan hidup di dunia pasti akan berakhir, maka jangan sampai kau habiskan waktumu untuk berseteru karena canggung satu berpadu dengan canggung dua dan tiga. Yang bisa saja menjadi sebab adanya kesibukan dirimu menyalahkan orang lain bukan malah memperbanyak diri dalam berdzikir mengingat Allah, yang menjadi sebab kamu tidak leluasa untuk memberi manfaat, menebar kebaikan, ber amar ma'ruf nahi mungkar di muka bumi karena bertemu dengan ini dan itu.

Yuk, selesaikan satu-satu masalah yang ada pada diri kita dan selesaikan permasalahan terkait satu dua pihak yang terhubung, agar kita bisa memaksimalkan amal untuk bekal kembali akhirat. Siapa tahu, dia yang kau mintai maaf, nantinya menjadi tetanggamu di surga.

Berangkat dari iman, kita semua melakukan sesuatu karena Allah. Kita percaya bahwa satu dua hal yang kita kerjakan adalah amal untuk bekal kembali, dan relasi yang kita buat adalah semata-mata menjalin advokasi di akhirat kelak. Berangkat dari iman, kita semua berharap amal kita utuh di akhirat kelak, bukan habis karena hutang atau hak orang yang belum kita lunasi di dunia.

0 komentar:

Pentingnya Dukungan dari Orang Terdekat Kita


Dunia masih menyimpan banyak misteri, meskipun sains menjadi ilmu pasti yang menarik, meskipun sains masih banyak menyimpan misteri yang juga mendebarkan, tapi sosial jauh lebih kompleks dari sekedar ilmu sains. Terbiasa dengan ilmu sains yang ilmunya jelas, hanya butuh analisis dan pengujian, sosial benar-benar luas dan kompleks karena melibatkan banyak hal yang sangat beragam. Mungkin itu sebabnya, ada adab dan etika dalam pergaulan, karena ia melibatkan rasa dan juga asa, karena ia juga melibatkan unsur lain selain perhitungan yang jelas.

Dan hal itu semua bagiku baru dan menarik, apalagi orang dengan kemampuan matematika dan analisis, yang dari dulu menjadi seorang pengrajin belajar, maka ilmu sosial menjadi menarik setelah kehidupan menjadi siswa berakhir. Karena soal orang, mulai dari karakter dan ketertarikan, sangat beragam sebanyak manusia yang ada di muka bumi ini. Walaupun dalam garis besar, banyak psikilog yang mengelompokkan manusia dalam beberapa kepribadian, tapi seutuhnya kepribadian setiap orang tak pernah sama persis, tapi sebagian besar mirip. Sama hal nya kembar indentik, meski sama, pasti tetap berbeda, misal jumlah rambut dan panjangnya.

Tetapi dua paragraf di atas hanya pembukaan saja, saya tidak akan membahasnya karena memang tidak mumpuni dalam ilmunya. Tetapi beberapa keresahan, dan juga pemikiran dari fakta yang ada, dengan alasan diatas, seperti nya memang membutuhkan basa-basi terlebih dahulu. Ya, selama menjadi pengangguran (dalam tanda kutip), setidaknya sudah banyak saya bersentuhan langsung di masyarakat, meski dengan sedikit orang saja. Dan satu yang ingin saya bahas kali ini adalah menyoal dukungan dari orang yang kita percayai.

Pada saat tertentu, untuk jalan yang kita pilih selanjutnya, kita akan butuh banyak pertimbangan pada orang yang telah terlebih dahulu menjalaninya. Kita akan dipertemukan pada banyak persimpangan, dan kamu harus memilih salah satu jalan untuk sampai ke tujuan. Tentu, setiap persimpangan beberapa sampai kepada tujuan yang sama, tetapi setiap jalan memiliki medan nya masing-masing. Dan inilah yang perlu kamu pilih, dan kamu membutuhkan seseorang untuk dimintai pendapatnya.

Kita terkadang sudah tahu dan memiliki ilmu untuk jalan yang kita pilih. Tetapi keyakinanmu belum tentu kuat dalam memilihnya. Maka kamu butuh pendapat dari setiap orang agar semakin yakin. Tetapi yang menjadi persoalan, setiap orang memiliki pengalaman, batasan ilmu, dan juga cara pikir yang beragam, maka jalan yang mereka pilih pun berbeda dan semakin banyak pendapat yang kamu kumpulkan akan benar-benar mempengaruhi pendapatmu. Dan jika kebanyakan berpendapat berbeda dengan jalan yang akan kau pilih, maka akan ada langkah yang meragu. Dan itulah yang pernah aku alami.

Disinilah, kita butuh orang yang mendukung langkah kita agar kita kembali yakin dan terus melangkah. Tak perlu banyak, cukup satu orang yang kamu hormati atau percayai yang mendukungmu, agar kamu kembali yakin dan berkata tidak untuk pilihan yang lain. Bukan berarti menolak pendapat orang lain, tetapi pendapat mereka benar untuk kasus yang mereka alami dan yang mereka tahu. Tetapi untuk kasus kita dengan saya sebagai pemeran utamanya, pendapat mereka belum tentu cocok ataupun baik.

Itulah mengapa sosial itu menarik, karena dukungan dalam bentuk psikologis akan sangat berarti. Saat kita mendapatkan kepercayaan dari orang yang kita hormati, dan mereka mendukung apa yang kita pilih, maka semuanya akan menjadi nikmat. Bentuk rasa sakit apapun, bagaimana terjalnya, bagaimana berlikunya, selama mereka masih mempercayai kita, semua itu akan terlewati. Luka adalah sesuatu yang pasti, kita sendiri pernah mengalaminya, terjatuh saat belajar berdiri, terluka saat mengiris buah, tersayat saat melancipi pensil, tapi apakah kita berhenti berusaha lalu memilih merangkak saja, atau berhenti mengiris buah dan selamanya tidak mau makan buah, atau apakah kita akan berhenti belajar menulis karena pensil kita tak pernah dilancipi? Tentu tidak, selama ada yang percaya dan berharap kepada kita. Dan itu adalah orang yang terdekat dengan kita.

Mungkin, itu juga yang menjadi alasan kenapa ketika memilih pasangan hidup, kita harus memilih yang sejalan dan cocok. Dalam Al-Quran sendiri, Allah menyuruh hambanya agar menikahi yang seiman, karena yang seiman memiliki tujuan yang sama, yaitu kembali kepada Allah SWT. Dan itu juga yang menjadi alasan kenapa Rasulullah Muhammad SAW menganjurkan untuk memilih perempuan dari segi kepahaman terhadap agamanya, ketimbang dari 3 aspek lainnya. Karena pasangan inilah yang akan menjadi orang terdekat kita, maka merekalah yang akan mendukung kita dalam melakukan kewajiban untuk sama-sama kembali kepada Allah SWT.

10 komentar:

Kehidupan yang Sebenarnya - Pasca Kampus



Memasuki dunia pasca kampus, belum juga genap 1 bulan setelah upacara pelepasan yang biasa orang bilang wisudaan. Dan aku mulai memahami apa yang disebut di real life. Mungkin beberapa fakta yang akan ku ungkap, setelah satu pekan penuh memikirkan sesuatu yang gamblang dan begitu memenuhi pikiran. Beberapa fakta-fakta yang yang menarik untuk dibahas diantaranya, status, kerja, pilihan, dan beberapa hal receh lainnya.

Yang paling pertama yang perlu kamu sadari adalah statusmu di masyarakat. Kamu tidak boleh menolak fakta bahwa kamu sekarang manusia yang namanya sudah ada gelar/title di belakangnya (ya setidaknya untuk S1 atau D3, gelarnya di belakang kalau di Indonesia). Mungkin kalau di lingkungan kota, gelar S1 sudah biasa. Belum juga kalau di kota, paguyubannya bisa dibilang kurang, hal itu tidak begitu membebani. Tetapi jika kamu kembali ke Desa, maka kamu akan sangat spesial memiliki gelar. Engkau akan dianggap serba bisa, bisa mengisi doa, bisa mengajar, bisa berbicara di depan umum dan bisa-bisa lainnya.

Kadang mereka juga tidak mau tau kamu jurusan apa, bagi mereka jika kamu sudah selesai S1 atau S2, kamu juga bisa ngerti tetang Hukum, Sosial, Administrasi, Mengajar, dan lainnya. Mereka tau nya kamu seperti lulusan lainnya yang beda jurusan, sama-sama telah kuliah dan selesai. Meskipun kamu anak teknik elektro, mereka taunya kamu telah lulus kuliah, sama seperti dia yang telah lulus jurusan pendidikan agama islam. Atau sebagian yang sedikit ngerti bahwa kuliah itu beda-beda jurusan, mereka menilainya ya setau mereka. Misal jika lulusan teknik mesin, maka mereka taunya kamu ngerti cara benerin klaher yang pecah, gir yang rontok, ganti busi, oli, dll.

Intinya, statusmu di masyarakat spesial. Jika kamu tidak bisa melakukan apa-apa setelah pulang, maka akan menjadi beban moral tersendiri. Dan mungkin inilah yang mereka sebut dengan real life tahap awal, adalah tekanan psikologis sebagai penyandang gelar sarjana. Dan selamat datang di dunia yang sebenarnya.

Tapi  bukan hanya itu saja, pertanyaan selanjutnya yang juga nggak kalah bikin stress bagi orang tertentu adalah kerja dimana. Nah, kalau ini paling relevan ditanyakan pada masyarakat kota. Kalau di Desa, kamu aktif di kegiatan masyarakat, selesai urusan ditanyain kerja dimana, Tetapi tidak di kota. Bahkan kamu sudah dapat kerjaan, dan jika kerjaanmu begitu susah tetapi gajinya nggak seberapa, maka kamu juga akan kena gunjingan seribu mulut dewa (hehehe). Kerja aja salah, apalagi nggak kerja. Bahkan jika kerjamu sudah bergaji besar, masih ada saja yang nggak rela kamu berhenti jadi bahan pembicaraan. Tapi kalau soal dibicarain, di desa juga sih, cuma bisa lebih senyap ketimbang di masyarakat kota. Dan inilah real life lainnya yang juga bisa jadi sangat menyiksa. Dan sekali lagi selamat datang di dunia yang sebenarnya.

Bagi beberapa orang yang telah memiliki tujuan yang kuat dan jelas, maka mereka dengan sangat yakin menjalani apa yang telah menjadi pilihan mereka bagaimanapun orang mengatakan tentang dia. Beberapa orang setelah kuliah kebingungan untuk mencari pekerjaan karena mereka tetap ingin berada di zona nyaman, yaitu tidak jauh dari kampung halamannya. Ya alasannya tentu banyak, ada yang karena memang tidak mau beradaptasi dengan lingkungan baru, ada yang karena tidak mau jauh dari keluarga, dan ada-ada lainnya. Ada juga yang mereka memiliki sedikit sekali pilihan karena beberapa faktor, sehingga bagaimanapun, ntah cocok atau tidak, ntah bahagia atau tidak, mereka telah merasa bahwa itu takdirnya dan berjuang di tempatnya sekarang dan memilih untuk berhenti berfikir dan mencari jalan lain yang mungkin itu bisa saja baik atau sebaliknya.

Diantara lainnya, ada manusia yang spesial dan penuh prestasi. Mereka begitu banyak pilihan dan dicari dimana-mana. Diantara mereka, adalah yang kebingungan dan malah justru berhenti memilih. Mereka malah kembali ke pelukan lingkungan lamanya tanpa mau berkembang memahami hidup yang lebih luas. Beberapa yang lainnya lagi, tak pernah kerasan (betah, menetap) dengan satu pilihan. Mereka berganti-ganti peran, satu orang, dalam satu tahun bisa lebih dari puluhan kali. Dan sayangnya, kemana pun mereka berganti, mereka selalu mendapat kesempatan karena kejaniusannya. Dan beberapa lagi dari orang jenius ini merasa begitu hebat. Dan lagi-lagi, dari sekian banyak manusia penuh pilihan ini, ada saja yang menebar pujian, ghibahan, dan juga makian. Dan sekali lagi selamat datang di dunia yang sebenarnya.

Pertanyaan yang lainnya, adalah kapan menikah. Pasca kampus, kamu tidak dapat memunkiri bahwa umurmu sudah mencapai umur kepala dua. Yang emang pada umur segini adalah seru-serunya berkarir tetapi juga sudah wajarnya umur menikah. Bagi beberapa orang menyegerakannya, karena banyak hal ingin mereka rancang dalam kehidupan rumah tangga. Beberapa lainnya mengakhirkan sampai mendekati kepala tiga lalu menikah. Beberapa alasannya adalah menyiapkan kemapanan hidup berumah tangga. Juga, ada yang menikah lebih dari itu. Dan pertanyaan kapan menikah, bagi beberapa orang merupakan tekanan psikologis. Saat kamu nikah cepat, pasti ada saja yang berkata, nggak sayang karirnya, ntar susah loh kalau udah nikah. Yang nikah di akhir, nggak ketuaan, kok nggak nikah-nikah, ntar nggak laku lagi. Yang melebihi batas wajar, tuh kan nggak laku-laku, nggak buru-buru nikah sih. Begitulah kehidupan yang sebenarnya.

Ya bagaimanapun kamu nanti di masyarakat, terutama bagi orang yang sudah bergelar namanya, apapun yang menjadi pilihanmu adalah tanggung jawabanmu. Tapi fakta-fakta yang tersebut juga tak bisa dipungkiri. Tapi terkurung dengan status tentu tak baik untuk dirimu. Kita tentu memahami, bahwa kita memang di wajibkan berusaha untuk menggapai tujuan, tapi kita juga diberitahu bahwa apa yang menjadi ketentuan Allah, tidak bisa di ganggu gugat. Yang terpenting adalah bagaimana sikap kita dalam mengemban setiap amanah yang diberikan. Masyarakat bebas menilai, mereka juga bebas membicarakan kita. Tetapi sikap kita, kita yang menentukan. Dan tentu amal kita, biar Allah yang menilai. Yang terpenting adalah melakukan yang terbaik dengan niat yang terabaik. Dan saya ucapkan selamat datang bagi kalian yang sudah selesai dengan status mahasiswanya. Selamat datang dikehidupan yang sebenarnya.

0 komentar:

Tips untuk Mulai Menulis


Untuk bisa menulis, kamu hanya perlu memulainya. Banyak sekali orang yang ingin menjadi penulis, tetapi mereka selalu mengeluh dan bertanya bagaimana caranya. Setelah banyak keresahan yang muncul, berbagai pengalaman yang terjadi dan dirasakan sendiri, kali ini saya akan berbagi beberapa tips untuk memulai menulis sesuatu. Yah, walaupun belum konsisten menulis, tetapi setidaknya saya telah melalui proses yang panjang.

Pertama yang paling penting adalah memulainya. Mungkin kita ketika baru memulai menulis selalu mengomentari konten, dan bertanya apa yang harus ditulis. Yang paling mudah untuk ditulis adalah apa yang paling sering ada dalam pikiran kita. Apa yang menjadi perhatian kita paling banyak, maka itu yang paling mudah ditulis. Biasanya kita bisa dengan mudah membahas sesuatu dan membicarakan sesuatu sampai seperti kuliah dua sks, tetapi ketika menulis, rasanya otak menjadi kosong dan tidak tahu apa yang akan ditulis selanjutnya.

Tenang, itu memang fase yang terjadi, jadi keep calm. Solusi nya adalah, menulis lah, apa saja. Diari, status, berita, dan semua hal yang paling bisa kamu tulis. Hal ini melatihmu untuk kosisten dan membuktikan kesungguhanmu untuk menulis sesuatu. Jangan pernah pikirkan isinya, kosa-katanya ataupun kejelasan maksud. Kamu harus konsisten dulu dalam melakukan sesuatu, dalam hal ini menulis. Jika kamu sudah konsisten dalam menulis, lama kelamaan kamu akan terbiasa menyampaikan maksud melalui tulisan, dan tulisanmu semakin hari semakin terarah.

Kedua yaitu menambah bacaan. Membaca dapat meningkatkan wawasan dan kosa kata. Membaca juga membuat kita belajar tata bahasa dan tata kata untuk menyampaikan sesuatu melalui tulisan. Secara langsung maupun tidak langsung, ini akan mempengaruhi tulisanmu berikutnya. Tulisanmu akan membaik dari segi tata bahasa maupun isi. Pembahasannya pun semakin luas dan beragam, sesuai dengan kesukaan dan bacaan yang sering kamu baca. Pada tahap ini, menulis akan mulai menyenangkan, sesuai dengan tingkat ketertarikan kita dalam menulis.

Jika kamu tipe penulis fiksi, seperti cerpen dan lain-lain, membaca buku umum, berita, dan pengetahuan, akan dapat mengayakan wawasan yang kamu tulis dan bisa membuat ceritamu lebih berkembang dengan gambaran yang lebih nyata. Dan ini akan lebih menarik karena bisa jadi ceritanya sesuai dengan yang terjadi pada dunia nyata. Sedangkan jika ceritamu bersifat fantasi, maka kamu akan bisa mengembangkan cerita lebih luas dan membuat orang lain penasaran.

Ketiga, setelah kamu sudah konsisten dan rajin menulis, kamu rajin membaca, tulisanmu sudah berkembang dari kualitas isi konten, tata bahasa dan lainnya, adalah menentukan fokus tulisan. Hal ini akan membuatmu mudah menulisnya dan terarah. Selain dari membuatmu lebih produktif, kamu juga akan mulai menentukan siapa pembaca tulisanmu dan target dari sasaran tulisanmu. Ini juga akan membangun siapa dirimu di mata para pembaca. Jika sudah menentukan kamu berfokus kearah apa tulisannya, maka selanjutnya perdalam bagaimana tentang kepenulisan yang sebenarnya, yang bisa di buku kan, yang bisa menjadi karya cipta.

Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas sampai kepada bagaimana membuat buku dan melisensi tulisan, hanya saja saya ingin mengajak teman-teman untuk menulis menyampaikan gagasan, karya, dan lain-lain. Juga mengajak teman-teman untuk berkarya dan meningkatkan budaya membaca, karena dengan membaca dan menulis, kita akan mengetahui luasnya dunia dan juga ikut serta membawa orang-orang memahami bahwa setiap orang memiliki perannya masing-masing, setiap orang memiliki tulisannya masing-masing

0 komentar:

Apakah Aku Seorang Pengangguran ?

Agustus 07, 2019 , , , 0 Comments



Lagi asik-asiknya berkumpul, di tengah canda yang renyah dan gurih tiba-tiba ada yang bertanya kamu kerja dimana? dan gajimu berapa? Ah, merusak mood saja, kalau bekerja membuatku terbebani dan tidak dapat melakukan banyak hal yang berarti, maka saat itu aku menjadi robot dan sisanya menjadi manusia kecapekkan. Dan, selamat datang di kehidupan yang sebenarnya, dimana setiap orang mudah bertanya tapi jawabannya tak selalu mudah. Dimana pertanyaannya dipukul rata dan semua dianggap sama. Dimana semua dibandingkan dengan tolak ukur materi tanpa memandang kesenangan dalam jiwa yang senantiasa tersenyum kecil.

Ternyata semua itu bersembunyi dibalik statusmu yang dulunya seorang pelajar menjadi seorang yang bukan pelajar lagi. Mereka mengatakan kamu pengangguran jika kamu tidak bekerja menjadi pegawai, kantor, buruh atau lainnya yang memiliki gaji tetap. Dan mereka akan menyebutnya seorang pengusaha jika kamu membuat sebuah usaha dan telah menghasilkan banyak uang dan cabangnya sudah dimana-mana. Tetapi untuk kamu yang baru mulai, yang hasilnya beda tipis sama modal, mereka cuma bisa bilang, sok sibuk, ngapain, nggak ada guna. Apalagi orang yang melakukan kegiatan sosial tanpa gaji dan menjadi relawan. Dan kegiatan lain yang relevan dalam hal tidak ada uang yang dihasilkan.

Termasuk menjadi penulis misalnya, yang tulisannya belum terbit kecuali pada cuitan twitter, remahan facebook dan rerontokkan blogger. Meski kamu memiliki banyak kegiatan, tetapi jika itu tidak ada gajinya, selamat, kamu telah menjadi pengangguran.

Menjadi pengangguran memang bukan sebuah pilihan, malah menjadi beban negara, katanya. Nyatanya kegiatan sosial lain yang coba mencerdaskan bangsa dengan menjadi sukarelawan, tidak dianggap sebagai pekerjaan, tetapi sebuah kegiatan untuk menolak disebut pengangguran. Padahal menurutku pengangguran adalah orang yang tidak melakukan apa-apa bahkan tidak memiliki rencana apa-apa untuk dilakukan. Maka, sebenarnya membersihkan rumah, mengepel lantai, menulis di blog juga bisa disebut pekerjaan yang artinya kamu bukan pengangguran. Ya, kita kan tahu banyak juga yang pekerjaannya adalah menjadi penulis di blogger dan mulai menghasilkan uang. Tetapi di masyarakat kita, hal itu bukan sesuatu yang bisa dibanggakan.

Padahal, sering kali kita mendengar cerita  asik dan nyesek, kala ada seorang lelaki yang datang ke rumah orang tua dari wanita yang di cintainya untuk melamar. Dan yang ditanyakan pertama kali adalah kamu kerja dimana, gajinya berapa. Dan laki-laki itu menjawab, saya tidak bekerja pak, saya tidak punya gaji. Dan laki-laki itu di suruhnya pergi, "kamu mau kasih makan anak saya apa". Padahal, sang lelaki adalah juragan bakso dan mie ayam yang sudah memiliki lebih dari 20 cabang dan pengelolaannya sudah diberikan kepada seseorang yang digajinya untuk memanajemen usahanya. Dia hanya tinggal menerima semua hasil keuntungan dan membicarakan pengembangan bisnis lainnya.

Candaan di masyarakat memang menggelikan. Pasalnya, pekerjaan, meski hanya menjadi buruh begitu di banggakannya. Sedangkan sebuah kerja yang mencerdaskan malah tidak begitu di hargai malah diberi dengan berjibun pertanyaan, kritik dan saran yang membuat supaya ia menjadi umum seperti lainnya, menjadi seorang pesuruh orang lainnya. Yah, memang tak salah menjadi seorang pesuruh, selama bekerja dan mendapatkan nafkah yang halal, semua baik-baik saja. Yang menurutku tak sesuai adalah, menilai kegiatan dan pekerjaan orang lain tanpa dasar ilmu, hanya sekilas tampak saja. Namanya juga masyarakat, sekumpulan manusia, pasti memiliki nilai yang di sepakati bersama dan budaya yang telah di akui bersama. Maka semua wajar di standarkan dan dibandingakan dengan nilai yang ada.Tapi apakah itu baik?

Kerja yang baik adalah yang memberikan banyak kemanfaatan bagi orang lain. Kerja yang mulia adalah yang membuat orang yang melakukannya dan orang yang ada disekitarnya menjadi mulia. Sedangkan pekerjaan yang hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, adalah tingkatan paling tidak keren. Sayangnya, justru yang tidak keren inilah suka mengomentari yang lainnya. Dan di masyarakat yang majemuk, nilai yang sesuai dengan realita yang mereka bentuk sendiri, orang-orang seperti ini muncul dengan kerap dan mewarnai perjalanan hidup yang sebenarnya.

Ketauhilah, bahwa banyak yang sedang berfikir dengan keras untuk memahami kehidupan ini, dan berusaha untuk bebas dalam memilih pilihan hidupnya sendiri tanpa ada tekanan dari orang lain untuk membentuk kehidupannya sendiri. Tidak bekerja dan bergaji bukan berarti mereka menganggur, mereka hanya sedang melakukan pekerjaan lain yang menurut mereka perlu dan penting. Membuat tulisan, membuat kerajinan, mengajari anak mengaji, memberikan senyum terhadap saudara, menyapu masjid, dan banyak yang lainnya adalah sebuah pekerjaan. Ibu, salah seorang wanita yang mungkin dinamakan pengangguran jika tidak bekerja di luar. Padahal, dia hanya sedang mengabdi kepada suaminya yang mencari karunia Allah ke muka bumi ini. Dan Ibu mendidik anak ketika bapak sedang mencari nafkah, lalu menjaga rumah, merawatnya agar tetap nyaman dan bersih, dan itulah pekerjaan yang pahalanya bisa di ganjar dengan surga oleh Allah SWT.

Jadi sebenarnya  selama ini aku menganggur atau tidak? ya, menganggur dari gaji tetapi tidak dari kegiatan. Meski ketika menjadi mahasiswa dikatakan sebagai pengangguran berstatus, maka di kehidupan pasca kampus, aku adalah manusia bergelar pengangguran yang bertitle.

0 komentar:

Mahasiswa Kelas Eksekutif Semester Dua Digit



Setelah beberapa sebelumnya membahas tentang menjadi mahasiswa baru, rasanya tak adil jika tidak membahas tentang mahasiswa tidak barunya. Dalam kontradisksinya, mahasiswa lama. Tapi kali ini saya ingin sekali memberi judul tulisan ini dengan mahasiswa kelas eksekutif semester dua digit. Tentu tulisan ini dibuat dengan kesengajaan, tapi jika ada kesamaan kisah mohon dimaklumi dan akui saja. Jika kalian tidak terima dengan tulisan ini, fiks kita sama.

Jika ditanya kepada mahasiswa ini, kenapa kok belum selesai, maka akan ada banyak jawaban sesuai  dengan alasan mereka masing-masing. Ada yang tidak selesai-selesai kuliah karena selama awal kuliah terlalu banyak meninggalkan jam dan mendapatkan beberapa nilai E atau D, sisanya adalah rantai karbon. Juga jarang ada vitamin A nya, karena matanya masih normal dan tidak perlu perawatan. Soalnya jarang digunakan untuk membaca hingga larut dan lupa waktu. Selanjutnya, ada yang karena malas dan mudah terlena dengan hal lain yang menurutnya lebih menarik, seperti main, hiking, traveling. Sayangnya melupakan tugas akhir dan ketika sudah sampai semester dua digit barulah bertanya kemana selama ini. Masalahnya bukan hanya dia saja, karena kemudian akan ada rasa segan untuk menghadap dosen pembimbing dkk.

Kemungkinan jawaban selanjutnya adalah karena dosennya yang super sibuk sehingga baru bisa bimbingan setiap sepekan sekali. Ditambah buaian kasur, wifi dengan kecepatan 20 mbps, Smartphone 6 128 GB, dan kosan dengan AC dan kasur lembut nan tebal. Maka hal ternyaman adalah tetap berdiam di kamar dan asik dengan dunia sendiri. Hingga lama kelamaan mulai asing dengan dunia kampus, menjadi mahasiswa legend sampai punya lebih dari 4 generasi adik tingkat. Lengkap sudah penderitaan batin ketika harus kembali ke kampus demi tugas akhir.

Lainnya, juga ada yang mengatakan karena sayang dengan kampus, sayang dengan dosen pembimbing, memberi motivasi, berbagi ilmu disana dan disini. Tetapi untuk sekedar melaksakan penulisan skripsi di sampul pertama seolah-olah kegiatan lain menggoda untuk dikerjakan. Berdalih tidak apa-apa bila bisa memberikan manfaat yang banyak kepada yang lainnya, maka menyelesaikan studi adalah yang nanti dulu, aku telah menemukan jalanku. Apakah ini masalah? tapi bukankah kehidupan kita jugalah masalah yang perlu di tanggapi dengan bijak agar kita kembali ke tempat perhentian yang paling baik? Mari kita bahas satu persatu.

Psikologi mahasiswa kelas eksekutif semester dua digit berisi penuh tekanan dari dunia luar. Bagaimana mereka bersikap tergantung dengan pembawaan karakter mereka masing-masing. Menariknya rakyat luar dan tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada mahasiswa ini memukul rata semuanya dengan tuduhan yang sama. Yang lulus cepat adalah orang yang pintar dan yang lulusnya lama adalah orang yang kurang pintar. Padahal faktanya ada yang IPK nya mencapai 3,5 lebih tapi lulus pada tahun garis merah medekati dua huruf D dan O. Sudah terbayang bagaimana tekanan psikologisnya kan? Maka akan ada yang menjadi sangat sensitif saat ditanya dengan skripsi, udah sampai mana? kapan wisuda? Rasanya pengen nonjok tuh muka orang yang nanyain.

Di lain waktu, ada pembimbing super idealis. Semuanya harus sesuai dan rapi sekaligus mengimbangi karya ilmiah mahasiswa dari kampus harvard atau perguruan tinggi bergengsi lainnya. Sedangkan mahasiswa terbimbing otaknya cetek, berifikirnya sederhana dan cuma pengen ijazah aja. Dua hal ini jika bertemu adalah magnet yang saling tolak menolak. Dan akhirnya mengantarkan sang mahasiswa pada jurang kenestapaan yang dalam.

Lain hal nya, bagi yang bertujuan kuliah supaya mendapat pekerjaan yang baik dan bisa hidup mandiri. Di dorong dengan liku-liku birokrasi kampus yang menurutnya rumit, dan lingkungan kampus yang kurang sesuai, atau mungkin merasa salah jurusan. Hal ini membuat sang mahasiswa mencari hal lain yang bisa dikerjakan dan menghasilkan uang. Berbekal kenalan organisasi, kelihaiannya bernegosiasi dan berkoneksi, dia berhasil memperoleh pekerjaan sambilan untuk mengisi waktu luang di luar kuliah dan kewajibannya menyelesaikan karya ilmiah.

Awalnya didorong karena kebutuhan SPP, sehingga pekerjaan apa saja yang tidak ada hubungannya dengan jurusan yang ia ambil. Mendapatkan uang, menikmati pekerjaan, membuat nyaman dan merasa apa yang ia cari telah ia dapatkan. Sayangnya terlena dan lupa kalau ternyata skripsi belum selesai, didukung dengan konflik batin dengan pembimbing. Lengkap sudah, semesta sempit mendukungmu untuk tidak menyelesaikannya. Sayangnya, pada suatu saat ketika karir kerjanya baik, maka title pendidikan sangat dibutuhkan untuk naik pangkat.

Jadi dengan semua kasus di atas siapa yang berhak dibela?

Pernah suatu waktu saya merasa bahwa saya salah jurusan. Segala pertimbangan dulu kenapa memilih jurusan yang ditekuni saat ini, adalah hal-hal yang semuanya bersifat akademik dan nilai-nilai kebahagiaan yang sesaat. Tanpa mempedulikan bagaimana kenyamanan jiwa saat menjalani dan mendalaminya. Namun, ketika sesekali beres-beres barang dan merapikan satu-persatu tumpukan kertas dan formulir, ada beberapa tumpuk kertas dan lembar formulir. Dan disitu ada nama dan data diri secara singkat. Saya berfikir, bahwa saya dulu masuk perguruan tinggi dan jurusan ini juga atas persetujuan saya sendiri. Saya pikir, apa yang telah saya mulai harus saya selesaikan. Ya, salah jurusan juga bukanlah bencana. Menjadi mahasiswa eksekutif memang sebuah tragedi, tetapi bukan berarti ini sepenuhnya buruk. Tetapi memilih menyerah sungguh tidak keren sekali. Kehidupan adalah selembar kertas kosong setiap harinya. Lalu akan seperti apa yang kau tulis pada kertas itu, Allah benar-benar menyerahkan sepenuhnya kepada hambanya. Apakah penuh noda pekat, atau rapi tertulis amal shaleh dan bercahaya.

Maka apa salahnya, meski menjadi mahasiswa kelas eksekutif semester dua digit, kita tetap berusaha untuk menyelesaikan tugas akhir perkuliahan dan juga tetap memberi kebermanfaatan sesuai dengan kesenangan kita. Maka memilih yang benar dan baik, lalu melaksanakan menurutku lebih keren dari pada menyerah pada setiap masalah yang sebenarnya membuat kita jauh lebih kuat dari biasanya. see you for next part

Alhamdulillahirabbilaalamiin

0 komentar:

Pendidikan untuk Para Pekerja - Aku hanya berpikiran demikian



Lanjutan ....

Bagi orang-orang jenius atau juga yang dapat melewati standar parameter sistem pendidikan, maka jenjang selanjutnya adalah masuk di perguruan tinggi. Sistem penerimaan di perguruan tinggi pun tidak kalah kompetitif-nya menyeleksi orang-orang jenius. Orang-orang bersaing masuk Universitas bergengsi dan jurusan yang dapat memanjakan kejeniusan mereka. Sebenarnya, ketika menjadi mahasiswa inilah akhirnya beberapa orang sadar bagaimana mereka berkembang sesungguhnya. Bagi banyak orang kuliah adalah untuk mendapatkan ijazah, karena ijazah menjadi syarat agar bisa menjadi karyawan perusahaan dengan gaji yang besar.

Beberapa orang kuliah karena ikut-ikut temannya dan memiliki banyak waktu menerima semua pemikiran dan tidak mencandu pada patokan sistem untuk menjadi yang terbaik. Beberapa yang lain memaksakan diri karena ingin memperoleh kehidupan yang lebih baik dan berjuang sampai berdarah-darah agar dapat menaikkan derajat keluarganya. Sayangnya sistem perguruan tinggi, menawarkan dan mengajarkan kita untuk menjadi pekerja keras dan menjadi pekerja murni. Ya walaupun aku tidak menggunakan data statistik tetapi aku berani berkata bahwa sebagian besar lulusan perguruan tinggi di Indonesia menjadi seorang pencari kerja.

Faktanya memang demikian, ketika kuliah kita diberikan begitu banyak tugas dan kita dipaksa untuk menyelesaikannya dengan cepat dan sebaik mungkin. Kita memang didorong untuk melakukan terobosan dan inovasi baru, tetapi selanjutnya kita tidak diajari untuk mengelolanya menjadi sebuah kesempatan untuk memandirikan negara ini. Dalil yang paling sering muncul, bahwa dengan investasi dari luar maka bisa dilakukan percepatan pembangunan, dan perusahaan dari luar negara ini masuk mengelola sumber daya alam yang kita miliki.

Dan sayangnya, sebagian instansi pendidikan yang ada di negara ini menyelenggarakan pendidikannya agar ada orang-orang yang memiliki kemampuan dan kekuatan untuk bekerja membantu perusahaan para investor ini dan itu mengelolanya dan mengumpulkan banyak emas (harta/uang) dari nya. Ada yang mengatakannya dengan gamblang, bahwa pendidikan negara ini menciptakan babu di negara nya sendiri. Tapi ini hanyalah pendapat orang, dan semua bebas berpendapat di Negara ini. Itu tak sepenuhnya benar juga tak sepenuhnya salah, mungkin mereka yang mengatakan demikian karena mereka telah berusaha untuk mengelola sumber daya yang ada di negara ini namun terhalang oleh banyak hal.

Sistem pendidikan yang diciptakan penuh dengan kompetensi dan syarat yang semakin hari semakin melangit untuk menyeleksi calon mesin penghasil uang para pemilik modal, membentuk parameter nilai yang membuat para mahasiswa tergiur melakukan berbagai upaya. Misalnya, untuk memasuki beberapa perusahaan yang memiliki gaji yang besar, maka harus memiliki IPK(indeks prestasi kumulatif ) diatas 3,00 dari skala 4,00. Maka berbagai cara dilakukan agar mendapat nilai yang besar, bahkan meskipun harus menyontek. Atau ada juga yang benar-benar belajar sehingga mengabaikan yang lainnya. Sehingga pengetahuan dan wawasannya terkurung oleh aktivitas belajarnya yang padat.

Sampai dengan batas tertentu ada orang lain yang gelisah dengan kebiasaan ini dengan menulis suatu tulisan berjudul "IPK adalah candu". Apakah ini menyedihkan atau suatu hal yang wajar, tapi ini cukup membuktikan bahwa pendidikan yang 12 tahun sebelumnya hanya menciptakan orang-orang yang berambisi untuk memperoleh masa depan yang enak, dan itu merupakan sebagai pekerja, apapun pangkatnya. Meski sebagian kecil lainnya memilih lainnya dan menjadi seorang boss.

Sayangnya, kebutuhan akan keuangan di berbagai kalangan, meski kondisi pendidikan yang sudah seperti ini tidak membuat sadar banyak orang bahwa ada yang aneh dengan sistem pendidikan di negeri ini. Bahkan yang dari jurusan pendidikan pun, meskipun mereka sadar bahwa sistem pendidikan di negara ini yang 12 tahun itu penuh dengan kontroversi, bukan malah berusaha memperbaiki malah mencoba untuk berkompetensi kembali memenuhi kebutuhan. Mereka mengajar murid karena gaji, mereka mengajar murid supaya muridnya menjadi pintar dalam bidang ini dan itu agar nanti bisa masuk ke perguruan tinggi dan dapat bersaing dengan persaingan global, dan hanya sedikit yang perhatian terhadap anak-anak yang sangat tak jenius dan memberikan mereka pengarahan untuk melakukan apa yang seharusnya.

Yang lucu lagi, ada yang memanfaatkan kecemasan persaingan global dengan mendirikan bimbel dan kursus-kursus disana dan disini agar dapat bersaing dan belajar lebih banyak lagi. Dan orang pemilik gelar pendidik di negara ini mencari uang dalam instansi ini. Lalu, bagaimana menurut kalian kejamnya sistem pendidikan ini?

Menjadi lulusan dengan bekal nilai tinggi, skill apik, dan prestasi yang membanggakan Intansi Pendidikan Perguruan Tinggi, nyatanya tak menjamin masa depan. Seberapa pun hebat mereka, nyatanya sebagian besar lulusan sukses dan membanggakan secara parameter pendidikan ini, hanyalah menjadi seorang pekerja, meskipun tingkat dan gajinya ada yang besar dan kecil. Lucunya, malah orang-orang yang memiliki nilai dengan standar menengah ke bawah, malah bisa membuat rancangan usaha dan memberikan lapangan kerja. Sampai muncul statement, yang IPKnya di bawah 2,75 an, malah menjadi pengusaha, yang berada kisaran 2,8--3,50 menjadi pekerja dengan gaji yang bervariasi, mulai besar sampai sedang, dan yang IPK nya diatas 3,50 menjadi pendidik/dosen/lainnya. Jadi, sebenarnya sistem di negara ini menciptakan orang-orang pandai atau menciptakan para pekerja yang pandai?

Dan kini aku akhirnya dapat menuliskan sebagian besar dari keresahan pendidikan ini. Semua kegelisahan ini mungkin sudah ada yang pernah menuliskannya, dan sudah begitu banyak solusi yang diajarkan. Tapi kemudian bagaimana selanjutnya kita bertindak dan akan menjadi apa kita, semoga tulisan ini dapat membuat para pembanca kembali memikirkan tentang apa yang mau ia lakukan di bumi Allah, di negara ini. Tentang sistem pendidikannya, tentang kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan manusianya. Dan saya ucapkan Terimakasih, semoga tulisan ini bisa bernilai pahala di sisi Allah Azza wa Jalla...Aamiin

0 komentar:

Pendidikan Untuk Para Pekerja - Terus Terang



Saya adalah seorang yang berhasil menyelesaikan studi S1 nya dalam waktu 4,6 tahun, tidak terlalu cepat juga tidak terlalu lama. Tentu dengan indeks kumulatif yang tidak mengecewakan secara angka, tetapi aku tidak dapat bertanggung jawab mengenainya kecuali sedikit saja. Kuliah di jurusan Teknik Elektro, tentang analisis dan rekayasa elektrik, berharap dapat memperoleh peluang kerja yang luas karena semua teknologi yang berkembang saat ini menggunakan listrik. Tapi kenyataannya sampai sekarang saya juga belum dapat memperoleh pekerjaan. Lalu apa yang salah ? Mungkin saya yang salah. Tapi rasanya tidak adil jika saya hanya menyalahkan diri sendiri. Coba kita runut dan mencari benang merahnya sejak pendidikan di negara ini dioperasikan.

Sejak kecil, anak dididik oleh orang tuanya supaya menjadi orang yang memiliki etika dan berbaur masyarakat. Lalu, kemudian di sekolahkan supaya memiliki bekal ilmu dan nantinya dapat memiliki peran atau posisi di masyarakat. Namun beriring waktu berjalan, perkembangan teknologi diberbagai bidang yang pesat, membuat dasar-dasar nilai pendidikan bergeser. Ya, karena ini juga didorong oleh kebutuhan dan keinginan yang mendukung nilai konsumtif  pada masyarakat.

Sejak pendidikan tingkat dasar kita diberikan nilai pendidikan yang sama rata, dengan pelajaran yang sama. Semua coba disetarakan dan dijadikan seragam. Mulai dari standar dan nilainya, pakaiannya, pelajaran yang diberikan. Lalu kesemuanya diberikan peringkat dengan adanya parameter penilaian. Sayangnya parameter penilaian yang digunakan bukan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan kemudian itu yang dijadikan fokus bagaimana anak ini akan diarahkan, apa saja yang bisa ia kembangkan dengan bekal nilai yang segitu. Tetapi nilai dan parameter yang dibuat digunakan untuk merangking/memberi peringkat kepada anak-anak (siswa). Peringkat ini kemudian dijadikan sebagai penilaian bahwa ini adalah anak jenius dan ini adalah anak yang sangat tidak jenius. Anak yang jenius kemudian akan diberi perlakuan khusus, diberi jam tambahan dan diikutkan perlombaan agar dapat bersaing dan siap menjadi pemenang. Lalu bagaimana dengan yang sangat tidak jenius?

Bagi mereka yang tidak jenius akan diperlakukan sebisanya, diminta belajar semampunya. Yang penting bisa lulus sesuai standar, jika tidak lulus maka diusahakan lulus dengan berbagai usaha yang baik. Ya, karena kalau sampai ada anak yang tidak lulus dari sekolah, maka instansi akan mendapat nilai yang tidak baik dan kemungkinan siswa yang mendaftar ke sekolah itu akan berkurang. Tapi bukan itu masalahnya, mereka yang tidak jenius kebanyakan tidak diarahkan kemana kemudian mereka harus mengembangkan diri untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Sehingga mereka kebingungan untuk melanjutkan sekolah, dan ini membuat sebagian siswa tertekan. Masalah lain pun muncul, siswa yang tertekan karena sekolah dengan keterpaksaan, mengalami stress. Mereka pun sebisa mungkin menghilangkan stress dengan berbagai cara, dan tidak sedikit yang melakukan penyimpangan yaitu kenakalan remaja. Dan ini terjadi sampai mereka melampaui pendidikan Sekolah menengah atas.

Upaya pemerintah dalam menangani hal ini sebenarnya juga tak kurang-kurang, yaitu dengan memberi iklan yang begitu banyak dan sosialisasi yang menyeluruh kepada masyarakat. Karena kita juga tidak memungkiri bahwa perlakuan menyimpang juga dikarenakan oleh pesatnya layanan informasi, sehingga semua bisa diakses dimana saja dan kapan saja. Sayangnya, di lain hal, mungkin di lain  divisi dari pemerintah juga merancang kurikulum yang tidak kalah gilanya. Menaikkan kurikulum dan membebani siswa dengan semakin banyak materi yang sebagian besar dari mereka sebenarnya sudah terbebani dengan materi yang ada, karena mereka siswa yang sangat tidak jenius. 

Alasannya karena persaingan global yang kuat, maka digembor-gemborkan agar siswa belajar lebih giat lagi dalam berkompetensi. Dan lagi-lagi sistem ini membuat manusia yang sangat tidak jenius tersiksa dan tidak bisa melakukan apa-apa setelah lulus dari sekolah. Orang-orang jenius menjadi sebuah mesin hitung yang cepat, mesin analisis yang cerdas dan mesin kerja yang produktif. Jadi sebenarnya orang-orang yang melanjutkan pendidikan dalam sistem ini yang seperti apa?

Sebelum dibahas lebih lanjut, ada elemen masyarakat yang juga terpengaruh oleh doktrin sistem ini yang sebenarnya penting perannya dalam pendidikan. Adalah orang tua, keluarga dan warga lingkungan tempat seorang anak berkembang. Wejangan-wejangan yang diberikan orang tua untuk membuat anaknya agar terus melanjutkan pendidikan kebanyakan supaya nanti anaknya dapat memperoleh pekerjaan yang baik dan memiliki kehidupan yang mapan. Belum lagi yang memahami pentingnya pendidikan dengan mentah-mentah, bahwa pendidikan anak adalah dengan menyekolahkannya. Jika kita sambungkan dengan mahalnya biaya sekolah, maka ini membuat orangtua bekerja lebih keras, menghabiskan waktu lebih banyak pada pekerjaannya dan justru membuat orang tua juga stress.

Yang menjadi masalah selanjutnya adalah orang tua yang memiliki stress tinggi ini membawanya ke dalam rumah yang merupakan waktu bertemunya dia dan anaknya. Sehingga anak benar-benar tidak menemui keteduhan di dalam rumah untuk mengurangi stressnya di sekolah, malah mendapatkan tekanan lagi ketika dari orang tuanya dengan mengatakan bahwa biaya sekolahnya mahal, jadi kamu belajar yang giat. Dan lucunya langkah yang diambil pemerintah adalah dengan menambah waktu sekolah sampai sore agar siswa tidak melakukan perbuatan menyimpang. Jadi siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas menyimpanganya para remaja?

Bersambungnya pada part berikutnya.

0 komentar:

MENJADI MAHASISWA BARU

Juli 18, 2019 , 0 Comments



Setelah lulus SMA, sudah pengumuman lulus, dan juga sudah diterima di Perguruan Tinggi. Dan langkah selanjutnya yang dilakukan adalah dengan mengikuti peraturan yang telah dibuat. Salah satunya mengurusi administrasi dan menyelesaikan segala urusan di SMA dulu. Kuliah, menjadi pilihan ku setelah lulus SMA. Dan itu benar-benar menjadi pikiran sejak awal masuk semester 5 atau semester 1 kelas 12. Dan saya pikir, sebagian besar dari kami, atau anak SMA pikirkan ketika memilih jurusan di perguruan tinggi adalah prospek kerja.

Bahwa jurusan ini sangat menjanjikan dan sedang sangat dibutuhkan, bahwa jurusan ini pada beberapa tahun nanti akan begini dan begitu, bahwa jika mengambil jurusan ini dan bisa bekerja disini akan mendapat kan gaji sekian dan sekian. Selain itu juga menggunakan pertimbangan nilai raport yang paling besar dan yang paling bagus. Bila nilai matematikanya bagus, berarti aku akan mengambil jurusan ini dan itu, jika nilai kimia ku bagus, maka aku akan mengambil jurusan ini dan itu.

Dan kini aku sadar, semua pertimbangan yang digunakan untuk menentukan akan kemana aku melanjutkan pendidikan dan jurusan apa yang akan aku pilih waktu itu menggunakan standar yang sangat standar sekali.

Tapi bukan ini yang akan aku bahas kali ini, melainkan bagaimana ketika menjadi mahasiswa baru. Tepat setelah wawancara beasiswa bidikmisi setelah pengumpulan berkas administrasi, maka hari-hari dipenuhi rasa penasaran akankah berkasnya lolos dan diterima beasiswanya. Di lain sisi, bagaimana kalau diterima dan aku akhirnya menjadi mahasiswa baru. Sebelumnya ketika menjelang akhir masa di SMA, aku juga pernah merasakan kekhawatiran yang sama, melihat begitu banyak kasus yang menimpa mahasiswa.

Mulai dari hamil dan melahirkan di dalam kosan tanpa ada yang tahu, perekrutan organisasi-organisasi radikal yang bermuara pada kesesatan dan ajang terorisme, juga beberapa kasus agenda pemurtadan yang terjadi. Maka mencari dan mengumpulkan informasi dari senior waktu itu menjadi hal yang penting bagiku dan kebetulan memang ada guru muda lulusan dari Universitas yang menerimaku waktu itu.

Singkat cerita, berkasku lolos dan pengajuan bidikmisiku diterima. Dan dimulailah dunia ku sebagai mahasiswa baru. Dan kau tahu, sebagai mahasiswa yang baru masuk dan tidak memiliki banyak pengetahuan dan merasa tidak banyak tahu, tidak memiliki banyak pilihan kecuali menerima apa yang dibagi oleh senior yang telah terlebih dahulu menjadi mahasiswa dan mengikuti arahan dosen ataupun civitas kampus yang berwewenang. Hanya saja ada beberapa orang yang punya pendirian kuat, maka mereka menjadi yang paling dominan juga yang paling keras kepala. Namun juga ada yang tanpa ilmu yang cukup merasa paling benar dan menyalahkan yang lainnya.

Aku yang telah banyak bertanya terlebih dahulu soal bagaimana lingkungan universitas juga fakultas, telah memberi batas-batas untuk menerima doktrin yang masuk dari berbagai sumber. Disinilah sebenarnya kita dibentuk pemikirannya. Kita benar-benar mengahadapi suasana yang berbeda dari sebelumnya, dari masa yang terjadwal dan teratur dimana yang bertanggung jawab adalah instansi untuk menertibkan siswanya, kepada yang juga terjawab dan teratur namun tanggungjawabnya diletakkan kepada mahasiswa.

Sehingga jadwal yang sudah dibuat dapat berjalan dengan baik atau tidak tergantung dari perorangan. Dan aturan yang telah dibuat sepenuhnya baik atau tidaknya tergantung dari mahasiswa yang ada didalamnya.

Menjadi mahasiswa baru harus benar-benar belajar dengan cepat, menerima semua informasi lalu menyaringnya, dan mencerna serta memahami informasi yang masuk dari berbagai sudut pandang lalu disesuaikan dengan apa yang menjadi kekuatan bagi kita. Inilah nanti yang membentuk karakter dan wawasan, yang membuat kita jauh lebih dewasa dan bertanggung jawab. Sayangnya, beberapa mahasiswa yang berfikir bahwa nilai adalah segalanya, menjadi manusia menyebalkan dan terlambat berkembang menjadi dewasa.

Pasalnya, apapun yang menghalangi mereka untuk meraih nilai yang besar dan sempurna akan disingkirkan. Belum lagi, mereka selalu mencari sesuatu untuk disalahkan, meski yang paling bijak dari tipe ini adalah yang menjadikan dirinya sendiri paling disalahkan atas apa yang perbuat. Masalahnya ini membatasi mereka untuk berkembang.

Menjadi mahasiswa, kamu juga akan dinilai masyarakat sebagai seseorang yang memiliki kesempatan lebih dari pada yang lainnya. Dan kamu harus siap dilebihkan dan mengambil peran di masyarakat. Maka carilah yang paling bisa membuatmu bertahan dari setiap penderitaan dan pengalaman yang akan didapatkan sebagai mahasiswa. Jadilah mahasiswa yang tidak mengerti kata menyerah, tetapi memahami kata memilih lebih dari siapapun.

Karena menyerah menghentikannya, tetapi memilih memang kadang membuatmu gagal di bagian ini tetapi berusaha dan optimis kembali dibagian itu. Dan jadilah orang yang bertanggung jawab atas apa yang kau terima, juga jadilah yang peduli kepada kebenaran. Karena kebenaran tak pernah mengajarimu untuk mencontek demi mendapatkan nilai yang baik, untuk mengabaikan semua teman-temanmu juga keluarga demi ambisimu. Tapi ia memilih mana yang lebih penting dan lebih baik untuk dia dan masa depannya sesuai dengan pemahamannya terhadap ilmu.

0 komentar:

Memulainya Dengan Niat Baik (Cerita dan Alasan Saya mengikuti lembaga dakwah kampus)

Mei 18, 2019 , 0 Comments



Dulu, saya memutuskan pacar saya saat hari ulang tahunnya. Dan saya menjadi orang paling kejam sedunia waktu itu, tapi tentu bukan tanpa alasan. Satu-satunya alasan saya memutuskannya bukan karena bosan ataupun hal-hal receh lainnya, tetapi karena panggilan hati dan karena saya tahu kalau pacaran itu berdosa. Saya sadar dari dalam diri saya ini selalu ada bisikan untuk senantiasa menjadi baik dan menjadi orang yang taat beragama. Dan inilah potensi yang saya miliki, menjadi baik.

Ketika sekolah dasar, tepatnya waktu di sekolah MI Muhammadiyah Tanjung Tirto, ada  program dari sekolahan yang mewajibkan kita untuk melakukan sholat dhuha ketika jam istirahat. Di absen, dan yang tidak melaksanakan sholat dhuha akan di kenai sanksi untuk membersihkan sholat dhuha. Dan kebiasaan itu berlanjut di rumah ketika tidur dengan sendiri. Alasannya ketika di tanya oleh ibu atau yang lainnya kenapa ingin sholat dhuha? pasti jawabanku sederhana, karena pahalanya besar, dan bisa nanti biar dibangunkan istana oleh Allah di surga. Lucunya, malah sholat 5 waktuku yang sering aku tinggalkan, yang paling sering adalah ashar dan isya. Ashar adalah waktu main yang paling asyik sampai lupa pulang jam berapa, lucunya saya juga mengaji di sebuah TPA jam 4 sore. Kalau dari rumah di suruh sholat, jawabnya nanti sholatnya di TPA saja (karena TPA nya memang dekat dengan masjid) dan ketika di tanya oleh guru ngaji sudah sholat atau belum, maka jawabannya selalu sudah di rumah tadi. Dan ketika itulah saya mulai sering berbohong. Tapi itu tidak menutup potensi kebaikan yang ada pada diri saya.

Memasuki pendidikan tahap selanjutnya, saya melanjutkan pendidikan di SMP umum, dan disinilah neraka saya dimulai. Perubahan mental terburuk saya terjadi. Saya semakin sering berbohong dan sering meninggalkan sholat. Yang dulunya cuma ashar dan isya yang sering saya tinggalkan, sekarang bertambah menjadi dhuhur juga, karena di sekolah tempat saya tidak ada masjid, ada mushalla kecil, tapi guru-guru yang sholat dhuhur disitu hanya 2 sampai 3 orang saja. Karen sekolah pulang jam 13.00 WIB, jadi banyak yang berfikir untuk sholat dirumah saja, padahal sholat saja tidak. Hati saya benar-benar resah pada waktu itu, seringkali merasa depresi pada hal-hal yang tak seharusnya. Sampai pada kelas 3 SMP,saya akhirnya menyerah untuk merasa depresi dan mencoba memperbaiki diri. Disinilah saya mulai memilih dan menyusun apa saja yang perlu saya lakukan selanjutnya.

Dan ketika saya ingin berubah menjadi baik, justru saat itulah pertama kalinya aku mengenal yang namanya pacaran. Dan aku pertama kali pacaran dengan bumbu saling mengingatkan dalam kebaikan dengan gaya anak SMP yang super alay tentunya. Siapa yang tahu, dari situlah yang menentukan bagaimana saya selanjutnya menjalani kehidupan. Dan saya diterima di sekolah menengah atas umum yang waktu itu paling bagus di Purbolinggo. Pertama kali saya masuk ke sekolah tersebut saya menargetkan akan bisa memenangkan olimpiade nantinya. Karena saya sudah dua kali gagal di MI dan SMP. Dan sepertinya ada seorang guru yang mengetahui potensi kebaikan yang ada pada dalam diri saya. Beliau melihat keresahan yang mungkin sering saya lakukan. 

Dan waktu itu saya mengikuti ektrakulikuler rohis, dan mulai saat itu saya tahu bahwa pacaran itu sebenarnya tidak boleh dan berdosa. Tapi kebiasaan yang ada disekitarku, baik teman sekelas juga teman dekat, sebagian besar pacaran. Dan saya masuk kesebagian kecil yang tidak pacaran. Bukan karena tak mau, tapi karena mungkin saya adalah salah satu dari banyak orang yang ketampanannya di bawah standar yang ada pada waktu itu. Orang-orang yang tertarik dengan saya adalah para guru eksakta, karena pada waktu itu saya di golongkan termasuk orang-orang yang berbakat dibidang sains kecuali biologi. Dan sampailah waktu itu saya berhasil menjuarai olimpiade kimia tingkat kabupaten lampung timur.

Tahukah kamu, saya bukan lagi seorang yang suka berbohong kala itu, sholat saya juga sudah full 5 waktu, keculai kalau kelupaan. Belum berjamaah sepenuhnya, tapi mulai pertama kali membiasakan sholat shubuh berjamaah kalau ada yang adzan di mushalla dekat dengan mushalla ku. Pernah, bahkan sering, berangkat ke mushalla lihat apakah ada yang sholat berjamaah atau tidak, kalau tidak ada yang adzan, saya balik lagi kerumah dan sholat sendirian dirumah kalau bapak belum bangun. Tapi kalau sudah, maka saya mengajak bapak berjamaah. Namun lucunya, sekali lagi saya terjebak dan dalam hubungan yang dinamakan berpacaran. Dan itulah ketika saya kembali merasakan keresahan. Rasanya saya inging mengakhirinya segera, tapi beberapa analisis saya, mengatakan untuk tidak bisa terburu-buru. Sampai jatuh pada tanggal ulang tahunnya, dan itu sudah bulan ke 6 saya mengakui hubungan ini sebagai pacaran dan saya tepat sampai semester 6, yang berarti saya mulai sibuk memikirkan bagaimana kelanjutan pendidikan saya.

Dan disitulah bisikan kebaikan yang ada pada diri saya kembali keluar. Saya cerita kepada salah satu guru saya, yang menurut saya beliau benar-benar menginspirasi saya. Saya mengatakan, saya ingin menjadi baik. Dan saya butuh teman yang senantiasa mengingatkan saya ketika saya sedang dalam keadaan yang salah dan menjauh dari kebaikan. Saya ingin menjadi orang yang taat kepada Allah. Maka saya mencari banyak informasi, dan memutuskan untuk mengikuti organisasi di kampus yang membimbing saya menjadi seorang yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Dan itulah, alasan pertama saya hingga bisa masuk ke lembaga dakwah kampus. Semua UKM yang saya pilih untuk saya ikuti adalah UKM kerohanian islam. Karena sekali lagi, ada bisikan yang mengajak saya untuk kebaikan, terutama untuk kembali kepada Allah SWT.

0 komentar:

Dengar Saja atau Sudah Paham?

Maret 28, 2019 0 Comments



Sejenak menghela nafas dalam-dalam. Sebuah pemandangan yang cukup menyesak hati tapi juga menjadi peluang amal yang baik. Dua kemasan yang unik, dimana selalu ada sela dakwah dalam setiap kekeliruan pemahaman.

Assalamualaikum warrahmatullah wabarrakatuuh.. Bagaimana kabarnya sahabat-sahabat pena Adwan semua, pasti sedang baik sekali kan? Semoga yang sedang di rundung musibah, Allah limpahkan rahmat dan ampunan serta segera menghilangkan cobaan tersebut dari sisinya. Puji syukur Ke dairat-Nya semoga kita semua senantiasa berada dijalan yang lurus yang benar lagi di ridhai Allah. Dan salawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada percontohan manusia terbaik, yang telah Allah deklarasikan sebagai suri tauladan bagi umat akhir jaman, Rasullulah Muhammad SAW. Semoga kita semua termasuk insan yang istiqomah dalam menjalankan sunnah-sunnah nya serta dapat berjumpa dengan beliau kelak di telaga Al-Kautsar.

Ada beberapa yang menjadi perhatian khusus oleh penulis baru-baru ini. Hal ini penulis pikirkan saat penulis sedang pulang kampung. Persoalannya sebenarnya mengenai kepahaman dari setiap individu masyarakat yang ada di dalamnya. Dan tema yang saya ambil adalah tentang perkara panggilan Allah, terutama adzan untuk sholat berjamaah.

Kita, kadang punya kenalan baik, bisa sahabat, saudara maupun orang lain yang begitu berjasa bagi kita. Dia selalu membantu kita dalam kesusahan, baik dalam bentuk materi maupun lainnya. Kadang juga dalam bentuk support dan tenaga. 

Pada suatu hari kita sedang berada di Sawah, tiba-tiba mendapat kabar bahwasannya sahabat kita sedang bermain kerumah kita dan beliau menunggu dirumah. Tentu setelah mendengar kabar tersebut kita akan bergegas-gegas pulang, kadang kita bereskan terlebih dahulu perkakas di sawah, atau kadang ditinggal begitu saja karena sudah kangennya pengen bertemu sahabat atau karena merasa tidak enak jika dibiarkan begitu lama menunggu dirumah. Atau ketika ada salah satu orang penting seperti pejabat mengabarkan bahwa hari sekian akan berkunjung kerumah, maka kita akan siapkan sajian terbaik, rumah dibersihkan, berpakaian yang rapi bahkan yang dipakai yang terbaik, memakai wewangian dan lainnya. Juga jauh-jauh hari kita siapkan, apakah ada yang kurang dan sebagainya.

Tapi bagaimana dengan adzan? Mungkin masih ada yang bergumam "masih adzan belum iqomah" atau "waktunya masih panjang". Jika masih seperti ini maka pengetahuan kita tentang adzan masih nol. Atau kita tahu tetapi tidak paham.

Sejatinya, adzan adalah panggilan Allah SWT. terhadap hambanya agar menghadapnya dimanapun kita berada. mari kita bersama-sama merenung, jika kita sudah sepakat dengan pendapat sebelumnya, yaitu ketika ada orang penting yang berkunjung kerumah kita atau memanggil kita untuk mendatangi rumahnya, misalnya pejabat yang memanggil, maka kita akan bersegera, kalau bisa nggak sampai telat, juga memakai pakaian yang terbaik.

Jadi sepenting apa Allah bagimu..? Setinggi apa kedudukan Allah yang Maha Raja diraja alam semesta. Jika kau dipanggil oleh pejabat saja bergegas, sedang ketika kau dipanggil oleh tuhannya pejabat engkau berleha-leha.

Itulah sebagian gambaran kecil yang perlu kita renungkan bersama, sudahkah kita bersegera dalam menyambut seruan Allah? Anda saja pagian Allah yang datang hari ini bukan lagi adzan melainkan maut, sudah pastikah kita masuk surga, atau yakinkah kita tidak kekal di neraka? Tak ada jaminan untuk diri kita, yang saat di panggil untuk menjalankan kewajiban kita tidak bersegera malah sampai ogah-ogahan.

Wassalamualaikum wr. wb.

0 komentar:

Menulislah Jika Kamu Masih Berfikir

Februari 27, 2019 , 0 Comments



Sejak remaja ada keinginan untuk menulis, yang paling seru adalah dapat menulis buku best seller. Dimulai dari membuat buku diari dengan gaya bahasa yang sangat acak-acakan. dari yang nggak berjudul sampai akhirnya punya judul. Juga suka nulis di media sosial. Meski tak panjang narasinya, tapi bisa dibilang lumayan untuk sekedar memenuhi beranda facebook. Belum lagi sekarang juga ditambah dengan banyaknya media sosial yang digunakan. Menulis mulai dari puisi puisi kosong sampai tulisan sindiran. Tetapi yang selalu menjadi topik dalam tulisan adalah masalah hati.

Bahkan untuk cerita yang aku tulis di wattpad dengan genre cinta juga soal perasaan. Baru sampai 5 judul udah mandek. Pengalaman sih, nulis saat ini baru digunakan untuk menumpahkan perasaan atau curhatan yang tak sampai. Karena belum punya teman curhat yang bener-bener bisa lepas kalau cerita, maka ya hobinya nulis, meski sebenarnya curhat. Tetapi bukankah asik kalau nantinya curhatan kita dapat membantu orang dalam menyelesaikan masalahnya. Yang bermasalah adalah kalau tulisan kita malah menjadi sumber masalah. karena dulu pernah sukanya nyindir orang lewat tulisan. Meski kalau ketemu langsung tak pernah menampakkan wajah kesal, suka, sedih, bahagia, tapi dengan tulisan semua bisa dibuat dramatis, dan anehnya orang berempati.

Sempat muncul anggapan, bahwa dengan tulisan kita dapat merekayasa kenyataan. Kisah bahagia dibuat sedih, kisah sedih dibuat bahagia. Semuanya bisa dimanipulasi. Juga dalam tulisan kita dapat menyampaikan gagasan, ntah nanti diterima oleh para pembaca atau tidak, tetapi setidaknya dengan menulis kita dapat menyampaikan pendapat kita dan dapat menuangkan gagasan pikiran pada sebuah kertas atau terpaan dibalik layar digital.

Bagi orang yang berfikir, dua bentuk tuangan dari pikiran adalah tindakan dan tulisan. Saya yakin bahwa orang yang masih waras tidak pernah berhenti berfikir, karena darah juga tak pernah berhenti mengalir ke otak. JIka saja otak berhenti berfikir dan darah berhenti mengalir ke otak, maka manusia tersebut mati atau sama dengan mati. Berfikir juga ada yang waras dan juga yang edan. Karena ada saja orang yang berfikir bagaimana cara untuk menentang tuhan.

Yang jelas, bagi orang yang berfikir harusnya ia bisa menulis dan menuangkan gagasannya. Jika ia tidak bisa menjadi pelaksana, setidaknya gagasannya akan ada yang memakainya nanti dan akan dilaksanakan oleh generasi yang siap dan pantas melaksanakannya. Dan tentu dengan menulis dan menciptakan karya kita bisa merekayasa peradaban. Pilihannya adalah membentuk peradapan yang bagaimana? apakah peradaban yang kembali kepada Allah dengan wajah berbinar atau malah dengan wajah yang diseret ditanah karena malu akan ketersesatannya.

#BerangkatDariIman
#Bagian1

0 komentar: