Pendidikan untuk Para Pekerja - Aku hanya berpikiran demikian



Lanjutan ....

Bagi orang-orang jenius atau juga yang dapat melewati standar parameter sistem pendidikan, maka jenjang selanjutnya adalah masuk di perguruan tinggi. Sistem penerimaan di perguruan tinggi pun tidak kalah kompetitif-nya menyeleksi orang-orang jenius. Orang-orang bersaing masuk Universitas bergengsi dan jurusan yang dapat memanjakan kejeniusan mereka. Sebenarnya, ketika menjadi mahasiswa inilah akhirnya beberapa orang sadar bagaimana mereka berkembang sesungguhnya. Bagi banyak orang kuliah adalah untuk mendapatkan ijazah, karena ijazah menjadi syarat agar bisa menjadi karyawan perusahaan dengan gaji yang besar.

Beberapa orang kuliah karena ikut-ikut temannya dan memiliki banyak waktu menerima semua pemikiran dan tidak mencandu pada patokan sistem untuk menjadi yang terbaik. Beberapa yang lain memaksakan diri karena ingin memperoleh kehidupan yang lebih baik dan berjuang sampai berdarah-darah agar dapat menaikkan derajat keluarganya. Sayangnya sistem perguruan tinggi, menawarkan dan mengajarkan kita untuk menjadi pekerja keras dan menjadi pekerja murni. Ya walaupun aku tidak menggunakan data statistik tetapi aku berani berkata bahwa sebagian besar lulusan perguruan tinggi di Indonesia menjadi seorang pencari kerja.

Faktanya memang demikian, ketika kuliah kita diberikan begitu banyak tugas dan kita dipaksa untuk menyelesaikannya dengan cepat dan sebaik mungkin. Kita memang didorong untuk melakukan terobosan dan inovasi baru, tetapi selanjutnya kita tidak diajari untuk mengelolanya menjadi sebuah kesempatan untuk memandirikan negara ini. Dalil yang paling sering muncul, bahwa dengan investasi dari luar maka bisa dilakukan percepatan pembangunan, dan perusahaan dari luar negara ini masuk mengelola sumber daya alam yang kita miliki.

Dan sayangnya, sebagian instansi pendidikan yang ada di negara ini menyelenggarakan pendidikannya agar ada orang-orang yang memiliki kemampuan dan kekuatan untuk bekerja membantu perusahaan para investor ini dan itu mengelolanya dan mengumpulkan banyak emas (harta/uang) dari nya. Ada yang mengatakannya dengan gamblang, bahwa pendidikan negara ini menciptakan babu di negara nya sendiri. Tapi ini hanyalah pendapat orang, dan semua bebas berpendapat di Negara ini. Itu tak sepenuhnya benar juga tak sepenuhnya salah, mungkin mereka yang mengatakan demikian karena mereka telah berusaha untuk mengelola sumber daya yang ada di negara ini namun terhalang oleh banyak hal.

Sistem pendidikan yang diciptakan penuh dengan kompetensi dan syarat yang semakin hari semakin melangit untuk menyeleksi calon mesin penghasil uang para pemilik modal, membentuk parameter nilai yang membuat para mahasiswa tergiur melakukan berbagai upaya. Misalnya, untuk memasuki beberapa perusahaan yang memiliki gaji yang besar, maka harus memiliki IPK(indeks prestasi kumulatif ) diatas 3,00 dari skala 4,00. Maka berbagai cara dilakukan agar mendapat nilai yang besar, bahkan meskipun harus menyontek. Atau ada juga yang benar-benar belajar sehingga mengabaikan yang lainnya. Sehingga pengetahuan dan wawasannya terkurung oleh aktivitas belajarnya yang padat.

Sampai dengan batas tertentu ada orang lain yang gelisah dengan kebiasaan ini dengan menulis suatu tulisan berjudul "IPK adalah candu". Apakah ini menyedihkan atau suatu hal yang wajar, tapi ini cukup membuktikan bahwa pendidikan yang 12 tahun sebelumnya hanya menciptakan orang-orang yang berambisi untuk memperoleh masa depan yang enak, dan itu merupakan sebagai pekerja, apapun pangkatnya. Meski sebagian kecil lainnya memilih lainnya dan menjadi seorang boss.

Sayangnya, kebutuhan akan keuangan di berbagai kalangan, meski kondisi pendidikan yang sudah seperti ini tidak membuat sadar banyak orang bahwa ada yang aneh dengan sistem pendidikan di negeri ini. Bahkan yang dari jurusan pendidikan pun, meskipun mereka sadar bahwa sistem pendidikan di negara ini yang 12 tahun itu penuh dengan kontroversi, bukan malah berusaha memperbaiki malah mencoba untuk berkompetensi kembali memenuhi kebutuhan. Mereka mengajar murid karena gaji, mereka mengajar murid supaya muridnya menjadi pintar dalam bidang ini dan itu agar nanti bisa masuk ke perguruan tinggi dan dapat bersaing dengan persaingan global, dan hanya sedikit yang perhatian terhadap anak-anak yang sangat tak jenius dan memberikan mereka pengarahan untuk melakukan apa yang seharusnya.

Yang lucu lagi, ada yang memanfaatkan kecemasan persaingan global dengan mendirikan bimbel dan kursus-kursus disana dan disini agar dapat bersaing dan belajar lebih banyak lagi. Dan orang pemilik gelar pendidik di negara ini mencari uang dalam instansi ini. Lalu, bagaimana menurut kalian kejamnya sistem pendidikan ini?

Menjadi lulusan dengan bekal nilai tinggi, skill apik, dan prestasi yang membanggakan Intansi Pendidikan Perguruan Tinggi, nyatanya tak menjamin masa depan. Seberapa pun hebat mereka, nyatanya sebagian besar lulusan sukses dan membanggakan secara parameter pendidikan ini, hanyalah menjadi seorang pekerja, meskipun tingkat dan gajinya ada yang besar dan kecil. Lucunya, malah orang-orang yang memiliki nilai dengan standar menengah ke bawah, malah bisa membuat rancangan usaha dan memberikan lapangan kerja. Sampai muncul statement, yang IPKnya di bawah 2,75 an, malah menjadi pengusaha, yang berada kisaran 2,8--3,50 menjadi pekerja dengan gaji yang bervariasi, mulai besar sampai sedang, dan yang IPK nya diatas 3,50 menjadi pendidik/dosen/lainnya. Jadi, sebenarnya sistem di negara ini menciptakan orang-orang pandai atau menciptakan para pekerja yang pandai?

Dan kini aku akhirnya dapat menuliskan sebagian besar dari keresahan pendidikan ini. Semua kegelisahan ini mungkin sudah ada yang pernah menuliskannya, dan sudah begitu banyak solusi yang diajarkan. Tapi kemudian bagaimana selanjutnya kita bertindak dan akan menjadi apa kita, semoga tulisan ini dapat membuat para pembanca kembali memikirkan tentang apa yang mau ia lakukan di bumi Allah, di negara ini. Tentang sistem pendidikannya, tentang kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan manusianya. Dan saya ucapkan Terimakasih, semoga tulisan ini bisa bernilai pahala di sisi Allah Azza wa Jalla...Aamiin

adwan-adidarmawan.blogger.com

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: