Kisah Nabi Khidir AS
Nabi Khidir antara Hidup dan Mati
Buletin Jum’at Al-Atsariyyah Makassar edisi 22 Tahun I
Banyak
kisah-kisah tentang Nabi Khidir yang ramai dibicarakan orang, banyak
kontroversi tentang kemunculannya, sehingga hal itu mendorong rasa ingin tahu
tentang hakikat sebenarnya. Ada yang menyatakan Nabi Khidir masih hidup,
adapula yang menyatakan Khidir sekarang berdiam di sebuah pulau, ada pula yang
menyatakan bahwa setiap musim haji Nabi Khidir rutin mengunjungi padang Arafah.
Entah khidir siapa dan yang mana? Tapi yang jelas begitulah khurafat dan
takhayyul berkembang di tengah masyarakat kita. Lucunya, banyak pula
orang-orang yang sangat mempercayai perkara-perkara tersebut
.
.
Semua
ini berpangkal dari kesalahpahaman mereka tentang hakekat Nabi Khidir. Terlebih
lagi orang-orang ekstrim dari kalangan pengikut tarekat dan tasawwuf yang
membumbui berbagai macam dongeng dan cerita bohong tentang Khidir. Sebagian di
antara mereka, ada yang mengaku telah bertemu dengan Khidir, berbicara
dengannya dan mendapat wasiat dan ilham darinya. Misalnya di tanah air kita
ini, ada sebagian orang yang mengaku telah bertemu dengan Khidir dan mengambil
bacaan-bacaan shalawat, wirid-wirid dan dzikir dari Khidir secara langsung,
tanpa perantara, atau melalui mimpi. Bahkan ada pula yang mengaku dialah Nabi
Khidir -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Semua ini adalah keyakinan batil!!
Mengenai
hidup atau wafatnya Khidir, orang-orang berselisih. Ada yang menyatakan dia
masih hidup. Tetapi ada juga yang menyatakan bahwa dia telah lama meninggal berdasarkan
dalil-dalil dari Al-Kitab dan Sunnah. Ini merupakan pendapat para Ahli Hadits.
Karena, tidak ada satupun nash yang shahih, baik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah
yang dapat dijadikan pegangan bahwa Khidir masih hidup. Bahkan banyak dalil
yang menyatakan ia telah meninggal.
Jika
kita mengadakan riset ilmiah, maka kita akan mendapatkan Al-Qur’an dan Sunnah
menjelaskan bahwa Nabi Khidhir telah meninggal dunia.
Al-Allamah Ibnul Jauziy-rahimahullah- berkata, “Dalil yang menunjukkan bahwa Nabi Khidir
sudah tidak ada di dunia adalah empat perkara; Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma’
(kesepakatan) ulama’ muhaqqiqin, dan dalil aqliy”. [Lihat Al-Manar Al-Munif
(hal. 69)]
Di
antaranya dalil-dalil itu:
Allah
-Ta’ala- berfirman,
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ
الْخَالِدُو
“Kami tidak menjadikan
kehidupan abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad). Maka jikalau
kamu mati, apakah mereka akan kekal”. (QS.Al-Anbiya`: 34)
Imam
Abul Faraj Abdur Rahman Ibnul Jauzy-rahimahullah- berkata, “Khidhir, jika dia
itu seorang manusia, maka sungguh ia telah masuk dalam keumuman (ayat) ini
tanpa ada keraguan. Seorang tidak boleh mengkhususkannya dari keumuman itu,
kecuali dengan dalil yang shahih”. [Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah (1/334), cet.
Maktabah Al-Ma’arif]
Kemudian
Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir-rahimahullah- menguatkan ucapan Ibnul Jauziy
tadi seraya berkata, “Asalnya memang tidak boleh mengkhususkannya sampai dalil
telah nyata. Sementara tidak disebutkan adanya dalil yang mengkhususkannya dari
seorang yang ma’shum yang wajib diterima”. [Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah
(1/334), cet. Maktabah Al-Ma’arif ]
Allah
-Azza wa Jalla- berfirman,
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا ءَاتَيْتُكُمْ مِنْ
كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ
لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ ءَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى
ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُوا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ
الشَّاهِدِينَ
“Dan (ingatlah),
ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku
berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang
rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh
beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman, “Apakah kamu mengakui dan
menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab,“Kami
mengakui”. Allah berfirman, “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku
menjadi saksi (pula) bersama kamu”. (QS. Al-Imran: 81)
Al-Hafizh
Ibnu Katsir menukil dari Ibnu Abbas-radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata saat
menafsirkan ayat ini, “Allah tidak mengutus seorang nabi di antara para nabi,
kecuali Dia mengambil perjanjian padanya. Jika Allah mengutus Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam- sedang nabi itu hidup-, maka ia (nabi itu)
betul-betul harus beriman kepada beliau, dan menolongnya”. [Lihat Tafsir Ibnu
Katsir (1/565)]
Jika
Khidir masih hidup, tentunya ia tidak boleh menunda-nunda keimanannya kepada
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Ia harus mengikuti Nabi -Shallallahu
‘alaihi wasallam-, berjihad bersamanya dan menyampaikan dakwah beliau. Ini
merupakan perjanjian Allah kepada seluruh para nabi dan rasul sebagaimana yang
tersebut dalam QS. Al-Imran ayat 81 di atas.
Ini
menunjukkan kepada kita bahwa wajib bagi seorang nabi dan rasul untuk menolong
dan beriman kepada Rasulullah Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Bahkan
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- menegaskan bahwa andaikan Nabi Musa
-’alaihis salam-, yang jauh lebih mulia dari Nabi Khidir masih hidup, maka ia
harus mengikuti Nabi Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wasallam- .
Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
لَوْ أَنَّ مُوْسَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ حَيًّا مَا
وَسِعَهُ إِلاَّ أَنْ يَتَّبِعَنِيْ
“Andaikan Musa hidup,
tentunya tidak mungkin baginya, kecuali harus mengikutiku”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (3/387), Ad-Darimiy dalam
As-Sunan (1/115), Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (5/2), Ibnu Abdil Barr dalam
Jami’ Bayan Al-Ilm (2/42), dan lainnya. Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh
Al-Albaniy dalam Al-Irwa’ (1589)]
Sudah
dimaklumi, tidak ada satu pun riwayat shahih ataupun hasan -yang dapat membuat
jiwa tenang- menyebutkan bahwa Khidir pernah bertemu dengan Rasulullah
-Shallallahu ‘alaihi wasallam-, tidak pula pernah ikut bersama Rasulullah dalam
berbagai peperangan.
Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
مَا مِنْ نَفْسٍ مَنْفُوْسَةٍ الْيَوْمَ تَأْتِي عَلَيْهَا مِائَةُ سَنَةٍ
وَهِيَ حَيَّةٌ يَوْمَئِذٍ
“Tidak ada satu jiwa
pun yang hidup pada hari ini telah lewat 100 tahun, sedang ia hidup pada hari
itu”. [HR. Muslim dalam Shahih- nya (4/1966)]
Allamah Ibnu Baththal-rahimahullah- berkata menerangkan makna hadits ini, “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam hanya memaksudkan bahwa dalam jangka waktu ini
suatu generasi telah punah”. [Lihat Fathul Bari (1/256) karya Al-Hafizh Ibnu
Hajar]
Al-Imam Abu Abdillah Al-Qurthubiy-rahimahullah- berkata dalam Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an (11/41),
“Sesungguhnya hadits ini termasuk dalil yang memutuskan tentang kematian Nabi
Khidir sekarang”.
Andaikan Nabi Khidir masih hidup, tentu ia akan datang
kepada Nabi Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wasallam- untuk menyatakan
keislamannya dan akan menolong beliau dalam berdakwah dan berperang membela
Islam. Tidak mungkin ada seorang Nabi pun yang masih hidup, lantas tidak datang
kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- untuk berbai’at, menyatakan
keislamannya, dan berjihad bersama beliau.
Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
اَللَّهُمَّ إِنْ
تَهْلِكَ هَذِهِ الْعِصَابَةُ لاَ تُعْبَدْ فِيْ اْلأَرْضِ
“Ya Allah, jika
pasukan ini hancur, maka engkau tidak akan disembah lagi dimuka bumi”. [HR. Muslim dalam Kitab Al-Jihad, Bab: Al-Imdad bil
Mala’ikah fi Ghazwah Badr (3/1383)]
Syaikhul Islam Ahmad bin Abdil Halim
Al-Harraniy-rahimahullah- berkata ketika
ditanya tentang hadits di atas, “Andaikan Khidir masih hidup, maka wajib
baginya untuk datang kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, dan berjihad
di hadapannya, serta belajar dari beliau (Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-).
Sungguh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda dalam perang Badar, “Ya
Allah, jika pasukan ini hancur, maka engkau tidak akan disembah lagi dimuka
bumi”. Pasukan kaum muslimin waktu itu sebanyak 313 personil. Telah dikenal
nama mereka, nama orang tua, dan qabilah mereka. Lantas dimanakah Khidir pada
saat itu?” [Lihat Al-Manar Al-Munif (hal. 68)]
Adapun
dalil-dalil berupa hadits-hadits marfu’, dan mauquf yang menyebutkan tentang
hidupnya Nabi Khidir sampai hari ini, maka hadits-hadits itu lemah, bahkan
palsu, tidak bisa dijadikan hujjah dan dalil dalam menetapkan hukum, apalagi
keyakinan (aqidah).
Al-Imam Ibrahim bin Ishaq Al-Harbiy -rahimahullah- berkata, “Tidak ada yang menyebarkan berita-berita
seperti ini (yakni tentang hidupnya Khidir) di antara manusia, kecuali setan”.
[Lihat Al-Maudhu’at (1/199) dan Ruh Al-Ma’aniy (15/321) karya Al-Alusiy]
Ibnul Munadiy berkata,“Aku telah mengadakan riset tentang hidupnya Khidir,
apakah ia masih ada ataukah tidak, maka tiba-tiba kebanyakan orang-orang bodoh
tertipu bahwa ia masih hidup karena hadits-hadits (lemah) yang dirwayatkan
dalam hal tersebut”. [Lihat Az-Zahr (hal. 38)]
Ibnul Jauziy
setelah membawakan beberapa hadits tentang hidupnya Nabi Khidir berkata, “Hadits-hadits
ini adalah batil”. [Lihat Al-Maudhu’at (1/195-197)]
Al-Hafizh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah-rahimahullah- berkata, “Hadits-hadits yang disebutkan di dalamnya
tentang Khidir, dan hidupnya, semuanya adalah dusta (palsu). Tidak shahih satu
hadits pun tentang hidupnya Nabi Khidir”. [Lihat Al-Manar Al-Munif (hal. 67)]
Seorang
ulama Syafi’iyyah, Al-Hafizh
Abul Fida’ Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy-rahimahullah- berkata setelah membawakan hadits dan kisah tentang
hidupnya Khidir, “Riwayat-riwayat, dan hikayat-hikayat ini merupakan sandaran
orang yang berpendapat tentang hidupnya Nabi Khidir sampai hari ini. Semua
hadits-hadits yang marfu’ ini adalah dha’if jiddan (lemah sekali), tidak bisa
dijadikan hujjah dalam urusan agama”. [Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah (1/334)]
Abul Khaththab Ibnu Dihyah Al-Andalusiy-rahimahullah- berkata, “Tidak terbukti tentang pertemuan Nabi
Khidir bersama dengan seorang nabi, kecuali bersama Musa, sebagaimana Allah
-Ta’ala- telah kisahkan tentang berita keduanya. Semua berita tentang hidupnya
tak ada yang shahih sedikitpun berdasarkan kesepakatan para penukil hadits
(ahli hadits). Hal itu hanyalah disebutkan oleh orang yang meriwayatkan berita
tersebut, dan tidak menyebutkan penyakitnya, entah karena ia tidak
mengetahuinya, atau karena jelasnya penyakit berita tersebut di sisi para ahli
hadits”. [Lihat Az-Zahr An-Nadhir (hal. 32)]
Inilah beberapa dalil, dan komentar para ulama,
semuanya menyatakan Nabi Khidir tidak hidup lagi atau sudah meninggal. Nyatalah
kebatilan orang yang mengaku bertemu dengan Nabi Khidir untuk menerima ajaran
di luar ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad -Shallallahu ‘alaihi
wasallam-. Bagaimana
mungkin Khidir mengajarkan suatu ajaran di luar syari’at Nabi Muhammad
-Shalallahu ‘alaihi wasallam-??! Itu pasti bukan Nabi Khidir, tapi setan yang
ingin menyesatkan manusia.
Sumber : http://muwahiid.wordpress.com/2007/09/21/kisah-nabi-khidir-yang-sebenarnya/
0 komentar: