Biar Aku Perkenalkan Dulu

Agustus 01, 2018 0 Comments



Aku masih saja duduk di kursi di lantai dua laboratorium teknik kendali teknik elektro universitas lampung. Sudah hampir 2 bulan aku begitu hobi duduk tenang disini. Selain karena internet yang lancar, tapi juga karena harus segera mengerjakan tugas akhir. Tak jarang sampai menginap di sini, malah kadang sengaja datang selepas sholat isya biar nggak ramai di lab. Jika temen-temen yang lain main ke lab karena nggak betah sendirian di kosan, kalau aku di lab nggak betah kalau terlalu ramai, dan sore adalah waktu favoritku nongkrong di lab. Karena waktu menjelang maghrib adalah waktu lab sepi. Pada waktu ini aku bebas mengerjakan apa saja, ya kalau tidak sedang mengerjakan skripsi ya menulis cerita apa saja, atau bisa main game, menonton film, pokoknya suka-suka lah.

Setidaknya yang paling setia sama lab ada 2 sampai 3 orang, pertama ada kakak tingkatku sebut saja namanya riyan dan juga teman satu angkatan ku sebut saja dulloh. Tapi si dulloh udah jarang lagi minep dan mantengi lab, karena memang skripsi nya sudah selesai, kecuali sedikit saja revisi dan mengurus berkas lain-lain itulah, urusan birokrasi kampus. Kalau kak riyan, masih sibuk mengurus alatnya, baik dari laporan, program, ah banyak pokoknya, malas aku ngejelasinnya. Aku sendiri masih pejuang awal skripsi, alias masih berusaha mengejar seminar proposal. Gitu aja udah banyak yang reseh, nanyain kapan lulus, yang paling reseh lagi nanyain kapan nikah. Tapi kedua pertanyaan itu kadang-kadang jadi guarauan kalau lagi suntuk-suntuknya ngerjain skripsi.


Kalau ditanya kenapa baru ngerjain skripsi, tentu alasannya bukan karena aku banyak ketinggalan matakuliah. Bisa di bilang aku ini mahasiswa yang tidak terlalu pintar tapi nilai masih tingkat B ke atas lah. aku biasanya bilang kalau di tanya "kok nggak cepet-cepet ?", jawabnya "nyantai, masih banyak yang di urusin, yang penting dikerjain". Yap, memang benar dikerjain, tapi jalannya kayak bekicot. Atau kaya cheetah, tapi lagi tidur, alias nggak jalan, mandek. Cuma beberapa waktu belakangan ini, udah kena tegur. Baik dari orang tua juga beberapa temen. Aku juga masih aktif di beberapa organisasi kampus juga luar kampus, tapi masih sebatas organisasi mahasiswa. Bahkan masih duduk di posisi penting. Kalau di bilang sibuk, menurut ku tidak, soalnya masih sempet main game, jalan, tidur, bahkan uget-uget. Tapi kalau dibandingin sama yang lain, terutama teman seangkatan di kampus yang pada ngerjain skripsi, aku sih katanya sibuk.

Ada banyak alasan kenapa aku masih aktif diberbagai organisasi dan mau duduk diposisi penting, yang jelas karena posisi penting itu memiliki banyak keuntungan, yaitu makin kenal banyak orang dan jaringan semakin luas. Tapi juga tanggungjawab yang besar, karena bagaimana kita bertingkah, tak hanya nama kita yang baik atau buruk, tapi juga nama organisasi secara tak langsung ngikut ke kita. Alasan lain, adalah untuk menyibukkan diri dengan banyak kegiatan, terutama kegiatan yang bermanfaat, dan referensiku biar bisa bermanfaat hidupnya ya belajar dari organisasi dulu. Sebenarnya, jika aku mengerjakan skripsi dengan sungguh-sungguh, dan ikut organisasi sebagai peramai saja, tak masalah, itu juga sudah cukup untuk menyibukkan diri, tapi tentu karena hal lain yang perlu ditutupi dengan banyak beramal.


Sesaat hatiku terasa ngilu, bekas luka itu masih ada. Luka rasa, terasa remuk untuk hal-hal yang tak perlu. Kenyataannya, soal rasa aku payah. Jika ku ingat-ingat aku beberapa kali menyukai seorang perempuan dan selalu berusaha menjadi secreet admirer, tapi ujungnya tetep saja nyampaiin perasaan. Kalau tidak langsung ya lewat baris-baris kata. Tapi tentu, karena tak ada tindakan nyata kayak di film-film romantis, ya ujung-ujungnya kandas. Tapi bukan aku yang tak mau romantis, tapi kadang nalar ini masih waras, untuk tidak berpacaran setelah paham kalau pacaran itu dilarang. Tapi hati ini masih saja nakal, coba-coba mencintai kepada selain Allah, padahal udah berapa kali membuktikan kalimat " Dan yang paling pahit adalah berharap kepada manusia". Kalau dari buku, itu kata-kata dari sayyida Ali bin Abu Thalib, seorang pemimpin umat , dan salah satu dari 4 khulafaurrasyidin. Tentu, tingkatannya berbeda, kalau aku mah berharap cuma masalah perasaan, atau kalau beberapa tahun lalu tren dengan nama cinta monyet. Kalau beliau tentu berbeda, karena tak akan sempat lagi mikirin begituan.

Sudah berapa kali ya, kandas? Ntar aku hitung dulu. Nggak banyak sepertinya, hanya saja beberapa akhir kemarin emang agak bergejolak lagi, setelah sedikit lama terbiasa dan sepakat dengan persepsi "kalau rasa itu pasti ada dan semua orang juga pasti pernah, tapi mereka berbeda dalam menyikapinya. Orang hebat bukan berarti dia tak pernah merasakan perasaan kecewa seperti kita, mungkin malah pengalamannya lebih pahit. Tapi mereka memilih bersikap hebat.", artinya aku belum hebat, karena mengambil sikap-sikap yang mungkin masih di bilang ke kanak-kanakkan. Tapi yang jelas kali ini aku benar-benar terlelap dalam ilusi. Kedekatan yang terbangun karena situasi dan kondisi, dalam kelas yang sama, dan pertemuan yang ajek, telah menciptakan rasa-rasa. Aku tidak akan mengatakan bahwa itu cinta, tapi yang jelas itu soal rasa. Karena cinta tak boleh lagi bersandar pada hal yang rendah, cinta tak boleh menetap di bumi. Karena sejatinya yang ada saat ini adalah sementara, dan pada saatnya akan kekal tetapi dalam dunia yang berbeda.


***
adwan-adidarmawan.blogger.com

adwan-adidarmawan.blogger.com

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: