Mahasiswa Kelas Eksekutif Semester Dua Digit
Setelah beberapa sebelumnya membahas tentang menjadi mahasiswa baru, rasanya tak adil jika tidak membahas tentang mahasiswa tidak barunya. Dalam kontradisksinya, mahasiswa lama. Tapi kali ini saya ingin sekali memberi judul tulisan ini dengan mahasiswa kelas eksekutif semester dua digit. Tentu tulisan ini dibuat dengan kesengajaan, tapi jika ada kesamaan kisah mohon dimaklumi dan akui saja. Jika kalian tidak terima dengan tulisan ini, fiks kita sama.
Jika ditanya kepada mahasiswa ini, kenapa kok belum selesai, maka akan ada banyak jawaban sesuai dengan alasan mereka masing-masing. Ada yang tidak selesai-selesai kuliah karena selama awal kuliah terlalu banyak meninggalkan jam dan mendapatkan beberapa nilai E atau D, sisanya adalah rantai karbon. Juga jarang ada vitamin A nya, karena matanya masih normal dan tidak perlu perawatan. Soalnya jarang digunakan untuk membaca hingga larut dan lupa waktu. Selanjutnya, ada yang karena malas dan mudah terlena dengan hal lain yang menurutnya lebih menarik, seperti main, hiking, traveling. Sayangnya melupakan tugas akhir dan ketika sudah sampai semester dua digit barulah bertanya kemana selama ini. Masalahnya bukan hanya dia saja, karena kemudian akan ada rasa segan untuk menghadap dosen pembimbing dkk.
Kemungkinan jawaban selanjutnya adalah karena dosennya yang super sibuk sehingga baru bisa bimbingan setiap sepekan sekali. Ditambah buaian kasur, wifi dengan kecepatan 20 mbps, Smartphone 6 128 GB, dan kosan dengan AC dan kasur lembut nan tebal. Maka hal ternyaman adalah tetap berdiam di kamar dan asik dengan dunia sendiri. Hingga lama kelamaan mulai asing dengan dunia kampus, menjadi mahasiswa legend sampai punya lebih dari 4 generasi adik tingkat. Lengkap sudah penderitaan batin ketika harus kembali ke kampus demi tugas akhir.
Lainnya, juga ada yang mengatakan karena sayang dengan kampus, sayang dengan dosen pembimbing, memberi motivasi, berbagi ilmu disana dan disini. Tetapi untuk sekedar melaksakan penulisan skripsi di sampul pertama seolah-olah kegiatan lain menggoda untuk dikerjakan. Berdalih tidak apa-apa bila bisa memberikan manfaat yang banyak kepada yang lainnya, maka menyelesaikan studi adalah yang nanti dulu, aku telah menemukan jalanku. Apakah ini masalah? tapi bukankah kehidupan kita jugalah masalah yang perlu di tanggapi dengan bijak agar kita kembali ke tempat perhentian yang paling baik? Mari kita bahas satu persatu.
Psikologi mahasiswa kelas eksekutif semester dua digit berisi penuh tekanan dari dunia luar. Bagaimana mereka bersikap tergantung dengan pembawaan karakter mereka masing-masing. Menariknya rakyat luar dan tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada mahasiswa ini memukul rata semuanya dengan tuduhan yang sama. Yang lulus cepat adalah orang yang pintar dan yang lulusnya lama adalah orang yang kurang pintar. Padahal faktanya ada yang IPK nya mencapai 3,5 lebih tapi lulus pada tahun garis merah medekati dua huruf D dan O. Sudah terbayang bagaimana tekanan psikologisnya kan? Maka akan ada yang menjadi sangat sensitif saat ditanya dengan skripsi, udah sampai mana? kapan wisuda? Rasanya pengen nonjok tuh muka orang yang nanyain.
Di lain waktu, ada pembimbing super idealis. Semuanya harus sesuai dan rapi sekaligus mengimbangi karya ilmiah mahasiswa dari kampus harvard atau perguruan tinggi bergengsi lainnya. Sedangkan mahasiswa terbimbing otaknya cetek, berifikirnya sederhana dan cuma pengen ijazah aja. Dua hal ini jika bertemu adalah magnet yang saling tolak menolak. Dan akhirnya mengantarkan sang mahasiswa pada jurang kenestapaan yang dalam.
Lain hal nya, bagi yang bertujuan kuliah supaya mendapat pekerjaan yang baik dan bisa hidup mandiri. Di dorong dengan liku-liku birokrasi kampus yang menurutnya rumit, dan lingkungan kampus yang kurang sesuai, atau mungkin merasa salah jurusan. Hal ini membuat sang mahasiswa mencari hal lain yang bisa dikerjakan dan menghasilkan uang. Berbekal kenalan organisasi, kelihaiannya bernegosiasi dan berkoneksi, dia berhasil memperoleh pekerjaan sambilan untuk mengisi waktu luang di luar kuliah dan kewajibannya menyelesaikan karya ilmiah.
Awalnya didorong karena kebutuhan SPP, sehingga pekerjaan apa saja yang tidak ada hubungannya dengan jurusan yang ia ambil. Mendapatkan uang, menikmati pekerjaan, membuat nyaman dan merasa apa yang ia cari telah ia dapatkan. Sayangnya terlena dan lupa kalau ternyata skripsi belum selesai, didukung dengan konflik batin dengan pembimbing. Lengkap sudah, semesta sempit mendukungmu untuk tidak menyelesaikannya. Sayangnya, pada suatu saat ketika karir kerjanya baik, maka title pendidikan sangat dibutuhkan untuk naik pangkat.
Jadi dengan semua kasus di atas siapa yang berhak dibela?
Pernah suatu waktu saya merasa bahwa saya salah jurusan. Segala pertimbangan dulu kenapa memilih jurusan yang ditekuni saat ini, adalah hal-hal yang semuanya bersifat akademik dan nilai-nilai kebahagiaan yang sesaat. Tanpa mempedulikan bagaimana kenyamanan jiwa saat menjalani dan mendalaminya. Namun, ketika sesekali beres-beres barang dan merapikan satu-persatu tumpukan kertas dan formulir, ada beberapa tumpuk kertas dan lembar formulir. Dan disitu ada nama dan data diri secara singkat. Saya berfikir, bahwa saya dulu masuk perguruan tinggi dan jurusan ini juga atas persetujuan saya sendiri. Saya pikir, apa yang telah saya mulai harus saya selesaikan. Ya, salah jurusan juga bukanlah bencana. Menjadi mahasiswa eksekutif memang sebuah tragedi, tetapi bukan berarti ini sepenuhnya buruk. Tetapi memilih menyerah sungguh tidak keren sekali. Kehidupan adalah selembar kertas kosong setiap harinya. Lalu akan seperti apa yang kau tulis pada kertas itu, Allah benar-benar menyerahkan sepenuhnya kepada hambanya. Apakah penuh noda pekat, atau rapi tertulis amal shaleh dan bercahaya.
Maka apa salahnya, meski menjadi mahasiswa kelas eksekutif semester dua digit, kita tetap berusaha untuk menyelesaikan tugas akhir perkuliahan dan juga tetap memberi kebermanfaatan sesuai dengan kesenangan kita. Maka memilih yang benar dan baik, lalu melaksanakan menurutku lebih keren dari pada menyerah pada setiap masalah yang sebenarnya membuat kita jauh lebih kuat dari biasanya. see you for next part
Alhamdulillahirabbilaalamiin
0 komentar: