Mau Hujan ataupun Kemarau, Kita hanya Perlu Bersyukur



Beberapa waktu ini tertarik dengan fenomena yang ada pada masyarakat. Sebenarnya ini sudah menjadi kebiasaan, atau mungkin malah menjadi kebiasaan umum manusia. Dimana saat ini Indonesia bagian Barat, terutama di pulau sumatra, khususnya di Lampung sedang musim kemarau. Dimana hari-hari terlewati begitu terik tapi hujan juga tak mau mampir sejenak. Mungkin beberapa kali awan yang sedikit hitam sempat berkumpul, namun angin buru-buru menyapunya dan membawa pergi awan hitam itu. Jalan-jalan juga menjadi penghasil debu paling banyak. Sampai sampai daun yang hijau tertutup oleh debu yang coklat.

Tapi yang paling menarik dibahas adalah manusianya. Sebenarnya tidak ada efek yang berarti kemarau ini kepada fisik manusia langsungnya, kecuali mungkin sedikit batuk-batuk karena setiap hari melewati jalan berdebu. Tapi keluhan-keluhan yang muncul dari kemarau inilah yang menarik.

Beberapa atau sebagian banyak orang mengeluhkan kemarau yang agak panjang ini, karena memang sudah 3 tahun ini musim lebih di dominasi dengan musim hujan meski ada kemaraunya tetapi tidak sampai mengeringkan sungai. Tapi bagi petani, dimana sudah sekitar 3 musim panen yang gagal karena penyakit atau juga banjir. Maka sebenarnya kemarau ini adalah kesempatan yang bagus bagi yang memiliki sawah dekat dengan sungai. Sayangnya air sungai pun mulai mengering. Dan sebagian besar petani pun mengeluhkannya.

Kabar baiknya, masjid dan mushalla kini makin banyak jamaahnya. Ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Orang-orang makin sadar bahwa yang memberikan rezeki adalah Allah swt. Maka mereka banyak berdoa untuk memohon agar turun hujan. Ya, walaupun jumlahnya masih sebagian kecil yang sadar ketimbang yang tidak, tapi setidaknya kemarau memberi keinsyfan.

Di lain orang, beberapa ada yang terus memilih pergi mencari pekerjaan di kota dan meninggalkan mata pencaharian mereka sebagai petani. Tapi ini juga di dukung karena hasil panen yang tak lagi bagus dan harga/modal awal untuk menanam yang terlalu mahal. Di tambahi dengan kebutuhan hidup yang semakin hari semakin maha, dan akses apapun yang semakin mudah membuat tingkat konsumtifitas masyarakat bertambah.

Tapi di lain waktu, ketika turun hujan deras yang rutin  dan berangsur-angsur, seperti kejadian pada awal 2018 kemarin yang hampir menyebabkan seluruh bagian dari lampung terkena bagian banjir. Lagi-lagi, hujan yang terlalu sering juga banyak membuat orang mengeluh. Terutama yang bekerja di pabrik, atau kantoran. Karena itu menghambat produktifitas mereka. Juga beberapa ibu-ibu yang jemurannya tak kunjung kering sampai 3 hari numpuk. Belum jalan-jalan tanah di daerah tertentu yang belum di batu ataupun di aspal menjadi penghalang aktifitas.

Jika kita menganggap hujan adalah pemberian dari Allah, kelebihan pemberian bisa jadi membuat kita mengeluh karena dampaknya yang tidak siap kita kelola dan syukuri. Jika kita anggap kemarau sebagai ujian kemiskinan, karena kekurangan air dimana-mana, sedang air adalah kebutuhan pokok. Maka kemarau adalah ujian. Dan jika amati dengan seksama, bahwa ujian kemarau lebih banyak menyadarkan manusia daripada musim hujan. Padahal kalau kita amati, bencana banjir lebih mengerikan di Indonesia, karena bisa menyapu bersih harta, ketimbang kemarau yang hanya membuat kita mungkin kehausan dan harus mengungsi untuk memperoleh air.

Jika kita memahami hal di atas, kita tarik variabel nya air, dan menggantinya dengan harta, maka dugaanku adalah cobaan harga melimpah lebih membahayakan dari pada kemiskinan. Karena di Indonesia sendiri, kayu di tancapkan masih bisa hidup dan menghasilkan makan (singkong), kecuali beberapa tempat khusus seperti di kota. Ya, kalau kita amati,  cobaan miskin di Indonesia paling sampai pada membuat orang keluar dari agama satu pindah ke agama lain karena iming-iming makanan. Tapi cobaan harta melimpah, membuat orang menjadi setan dan juga menjadi orang munafik. Dan kita pasti tahu, bahwa orang munafik terletak pada neraka paling bawah.

Jadi apa masalahnya? adalah bagaimana kondisi keimanan yang ada pada masyarakat. Orang Indonesia adalah orang yang sangat religius kok. Hanya saja ada yang tauhid nya salah, atau sekalian sesat. Tidak ada yang tidak percaya kepada yang ghaib, ya kalau nggak percaya sama Allah ya percaya kepada nenek moyang. Jarang yang tidak percaya tuhan, paling beberapa orang hasil bentukkan ideologi dari luar demi menguasai harta yang ada di Indonesia.

Dan inilah menjadi PR kita semua, yang mengaku sebagai muslim, adalah pembenahan tauhid. Maka berangkatlah dari iman, karena dengan iman kita akan lebih mensyukuri apa yang Allah berikan kepada kita apapun kondisinya.

0 komentar:

Ceceran huruf tentang Canggung



Suatu waktu, ketika kamu sedang di penuhi rasa semangat dan percaya diri yang tinggi, kamu pergi ke tempat temanmu. Lalu ketika sampai di sana ada seorang yang pernah akrab denganmu, lalu karena satu dua hal, kamu menghindar. Dan tiba-tiba kamu menjadi canggung, semua rasa percaya dirimu hilang. Ini membunuh benar-benar terasa begitu tidak mengenakkan. Dan juga membuatmu tidak bisa melakukan banyak hal karena kamu merasa canggung dengan orang tersebut.

Perasaan canggung biasanya terjadi karena satu dua hal yang belum selesai oleh orang atau kelompok yang berkaitan. Atau mungkin akibat satu atau dua kesalahan yang pernah kamu buat dan tidak kamu komunikasikan dengan baik dengan orang atau kelompok tersebut. Sehingga kamu merasa asing kembali, ntah itu karena kamu terkukung akibat kesalahanmu atau karena orang tersebut mengasingkan mu. Tapi apakah ini akan kamu biarkan begitu saja, sedangkan kamu juga masih belum mati, dan dia atau mereka pun belum mati. Maka satu dua hal itu masih saja bisa menghantuimu kapan saja dan itu membatasimu oleh banyak hal pula.

"Selesaikan", kata seorang teman bijak, "apa-apa yang satu dua hal itu. Sampaikan pula sesuatu yang mengganggu pikiranmu, karena satu dua hal yang nggak selesai itu akan tetap menjadi tanggung jawabmu." Ya, intinya kamu harus menyelesaikan masalah yang ada pada dirimu, bukan meninggalkannya, lalu pergi begitu saja. Apalagi jika berhubungan dengan orang lain, jika cuma masalah mu sendiri, maka ini hanya soal kapan kamu berhenti memikirkannya saja. Tapi jika itu terkait dengan orang lain maka satu dua hal itu akan terpikir kembali jika kamu bertemu dengan orang yang terkait.

Ada juga buku yang mengajarkan untuk bersikap bodo amat. Kamu tidak harus memperhatikan banyak hal yang bisa mengganggu mu, kamu hanya perlu memperhatikan hal-hal yang menjadi prioritas. Tetapi dalam buku itu juga meminta kita agar menyelesaikan apa yang sudah di lakukan. Hal itu juga meminta untuk tetap berjuang untuk hal yang menjadi prioritas kita, dan bersikap bodo amat terhadap nyinyiran yang lain. Selama itu benar, maka lakukanlah. Tetapi memendam sesuatu persoalan dan mengendapkannya dalam rasa tanpa pernah menyampaikannya, prinsip untuk bersikap bodo amat tak sepenuhnya berlaku. Karena masalahnya bukan pada orang lain disekitarmu, tapi ada pada dirimu sendiri.

Maka selesaikanlah. Jika harus meminta maaf, meminta maaflah. Jika harus memaafkan, maafkanlah. Karena perjalanan hidup di dunia pasti akan berakhir, maka jangan sampai kau habiskan waktumu untuk berseteru karena canggung satu berpadu dengan canggung dua dan tiga. Yang bisa saja menjadi sebab adanya kesibukan dirimu menyalahkan orang lain bukan malah memperbanyak diri dalam berdzikir mengingat Allah, yang menjadi sebab kamu tidak leluasa untuk memberi manfaat, menebar kebaikan, ber amar ma'ruf nahi mungkar di muka bumi karena bertemu dengan ini dan itu.

Yuk, selesaikan satu-satu masalah yang ada pada diri kita dan selesaikan permasalahan terkait satu dua pihak yang terhubung, agar kita bisa memaksimalkan amal untuk bekal kembali akhirat. Siapa tahu, dia yang kau mintai maaf, nantinya menjadi tetanggamu di surga.

Berangkat dari iman, kita semua melakukan sesuatu karena Allah. Kita percaya bahwa satu dua hal yang kita kerjakan adalah amal untuk bekal kembali, dan relasi yang kita buat adalah semata-mata menjalin advokasi di akhirat kelak. Berangkat dari iman, kita semua berharap amal kita utuh di akhirat kelak, bukan habis karena hutang atau hak orang yang belum kita lunasi di dunia.

0 komentar: