Kehidupan yang Sebenarnya - Pasca Kampus



Memasuki dunia pasca kampus, belum juga genap 1 bulan setelah upacara pelepasan yang biasa orang bilang wisudaan. Dan aku mulai memahami apa yang disebut di real life. Mungkin beberapa fakta yang akan ku ungkap, setelah satu pekan penuh memikirkan sesuatu yang gamblang dan begitu memenuhi pikiran. Beberapa fakta-fakta yang yang menarik untuk dibahas diantaranya, status, kerja, pilihan, dan beberapa hal receh lainnya.

Yang paling pertama yang perlu kamu sadari adalah statusmu di masyarakat. Kamu tidak boleh menolak fakta bahwa kamu sekarang manusia yang namanya sudah ada gelar/title di belakangnya (ya setidaknya untuk S1 atau D3, gelarnya di belakang kalau di Indonesia). Mungkin kalau di lingkungan kota, gelar S1 sudah biasa. Belum juga kalau di kota, paguyubannya bisa dibilang kurang, hal itu tidak begitu membebani. Tetapi jika kamu kembali ke Desa, maka kamu akan sangat spesial memiliki gelar. Engkau akan dianggap serba bisa, bisa mengisi doa, bisa mengajar, bisa berbicara di depan umum dan bisa-bisa lainnya.

Kadang mereka juga tidak mau tau kamu jurusan apa, bagi mereka jika kamu sudah selesai S1 atau S2, kamu juga bisa ngerti tetang Hukum, Sosial, Administrasi, Mengajar, dan lainnya. Mereka tau nya kamu seperti lulusan lainnya yang beda jurusan, sama-sama telah kuliah dan selesai. Meskipun kamu anak teknik elektro, mereka taunya kamu telah lulus kuliah, sama seperti dia yang telah lulus jurusan pendidikan agama islam. Atau sebagian yang sedikit ngerti bahwa kuliah itu beda-beda jurusan, mereka menilainya ya setau mereka. Misal jika lulusan teknik mesin, maka mereka taunya kamu ngerti cara benerin klaher yang pecah, gir yang rontok, ganti busi, oli, dll.

Intinya, statusmu di masyarakat spesial. Jika kamu tidak bisa melakukan apa-apa setelah pulang, maka akan menjadi beban moral tersendiri. Dan mungkin inilah yang mereka sebut dengan real life tahap awal, adalah tekanan psikologis sebagai penyandang gelar sarjana. Dan selamat datang di dunia yang sebenarnya.

Tapi  bukan hanya itu saja, pertanyaan selanjutnya yang juga nggak kalah bikin stress bagi orang tertentu adalah kerja dimana. Nah, kalau ini paling relevan ditanyakan pada masyarakat kota. Kalau di Desa, kamu aktif di kegiatan masyarakat, selesai urusan ditanyain kerja dimana, Tetapi tidak di kota. Bahkan kamu sudah dapat kerjaan, dan jika kerjaanmu begitu susah tetapi gajinya nggak seberapa, maka kamu juga akan kena gunjingan seribu mulut dewa (hehehe). Kerja aja salah, apalagi nggak kerja. Bahkan jika kerjamu sudah bergaji besar, masih ada saja yang nggak rela kamu berhenti jadi bahan pembicaraan. Tapi kalau soal dibicarain, di desa juga sih, cuma bisa lebih senyap ketimbang di masyarakat kota. Dan inilah real life lainnya yang juga bisa jadi sangat menyiksa. Dan sekali lagi selamat datang di dunia yang sebenarnya.

Bagi beberapa orang yang telah memiliki tujuan yang kuat dan jelas, maka mereka dengan sangat yakin menjalani apa yang telah menjadi pilihan mereka bagaimanapun orang mengatakan tentang dia. Beberapa orang setelah kuliah kebingungan untuk mencari pekerjaan karena mereka tetap ingin berada di zona nyaman, yaitu tidak jauh dari kampung halamannya. Ya alasannya tentu banyak, ada yang karena memang tidak mau beradaptasi dengan lingkungan baru, ada yang karena tidak mau jauh dari keluarga, dan ada-ada lainnya. Ada juga yang mereka memiliki sedikit sekali pilihan karena beberapa faktor, sehingga bagaimanapun, ntah cocok atau tidak, ntah bahagia atau tidak, mereka telah merasa bahwa itu takdirnya dan berjuang di tempatnya sekarang dan memilih untuk berhenti berfikir dan mencari jalan lain yang mungkin itu bisa saja baik atau sebaliknya.

Diantara lainnya, ada manusia yang spesial dan penuh prestasi. Mereka begitu banyak pilihan dan dicari dimana-mana. Diantara mereka, adalah yang kebingungan dan malah justru berhenti memilih. Mereka malah kembali ke pelukan lingkungan lamanya tanpa mau berkembang memahami hidup yang lebih luas. Beberapa yang lainnya lagi, tak pernah kerasan (betah, menetap) dengan satu pilihan. Mereka berganti-ganti peran, satu orang, dalam satu tahun bisa lebih dari puluhan kali. Dan sayangnya, kemana pun mereka berganti, mereka selalu mendapat kesempatan karena kejaniusannya. Dan beberapa lagi dari orang jenius ini merasa begitu hebat. Dan lagi-lagi, dari sekian banyak manusia penuh pilihan ini, ada saja yang menebar pujian, ghibahan, dan juga makian. Dan sekali lagi selamat datang di dunia yang sebenarnya.

Pertanyaan yang lainnya, adalah kapan menikah. Pasca kampus, kamu tidak dapat memunkiri bahwa umurmu sudah mencapai umur kepala dua. Yang emang pada umur segini adalah seru-serunya berkarir tetapi juga sudah wajarnya umur menikah. Bagi beberapa orang menyegerakannya, karena banyak hal ingin mereka rancang dalam kehidupan rumah tangga. Beberapa lainnya mengakhirkan sampai mendekati kepala tiga lalu menikah. Beberapa alasannya adalah menyiapkan kemapanan hidup berumah tangga. Juga, ada yang menikah lebih dari itu. Dan pertanyaan kapan menikah, bagi beberapa orang merupakan tekanan psikologis. Saat kamu nikah cepat, pasti ada saja yang berkata, nggak sayang karirnya, ntar susah loh kalau udah nikah. Yang nikah di akhir, nggak ketuaan, kok nggak nikah-nikah, ntar nggak laku lagi. Yang melebihi batas wajar, tuh kan nggak laku-laku, nggak buru-buru nikah sih. Begitulah kehidupan yang sebenarnya.

Ya bagaimanapun kamu nanti di masyarakat, terutama bagi orang yang sudah bergelar namanya, apapun yang menjadi pilihanmu adalah tanggung jawabanmu. Tapi fakta-fakta yang tersebut juga tak bisa dipungkiri. Tapi terkurung dengan status tentu tak baik untuk dirimu. Kita tentu memahami, bahwa kita memang di wajibkan berusaha untuk menggapai tujuan, tapi kita juga diberitahu bahwa apa yang menjadi ketentuan Allah, tidak bisa di ganggu gugat. Yang terpenting adalah bagaimana sikap kita dalam mengemban setiap amanah yang diberikan. Masyarakat bebas menilai, mereka juga bebas membicarakan kita. Tetapi sikap kita, kita yang menentukan. Dan tentu amal kita, biar Allah yang menilai. Yang terpenting adalah melakukan yang terbaik dengan niat yang terabaik. Dan saya ucapkan selamat datang bagi kalian yang sudah selesai dengan status mahasiswanya. Selamat datang dikehidupan yang sebenarnya.

0 komentar:

Tips untuk Mulai Menulis


Untuk bisa menulis, kamu hanya perlu memulainya. Banyak sekali orang yang ingin menjadi penulis, tetapi mereka selalu mengeluh dan bertanya bagaimana caranya. Setelah banyak keresahan yang muncul, berbagai pengalaman yang terjadi dan dirasakan sendiri, kali ini saya akan berbagi beberapa tips untuk memulai menulis sesuatu. Yah, walaupun belum konsisten menulis, tetapi setidaknya saya telah melalui proses yang panjang.

Pertama yang paling penting adalah memulainya. Mungkin kita ketika baru memulai menulis selalu mengomentari konten, dan bertanya apa yang harus ditulis. Yang paling mudah untuk ditulis adalah apa yang paling sering ada dalam pikiran kita. Apa yang menjadi perhatian kita paling banyak, maka itu yang paling mudah ditulis. Biasanya kita bisa dengan mudah membahas sesuatu dan membicarakan sesuatu sampai seperti kuliah dua sks, tetapi ketika menulis, rasanya otak menjadi kosong dan tidak tahu apa yang akan ditulis selanjutnya.

Tenang, itu memang fase yang terjadi, jadi keep calm. Solusi nya adalah, menulis lah, apa saja. Diari, status, berita, dan semua hal yang paling bisa kamu tulis. Hal ini melatihmu untuk kosisten dan membuktikan kesungguhanmu untuk menulis sesuatu. Jangan pernah pikirkan isinya, kosa-katanya ataupun kejelasan maksud. Kamu harus konsisten dulu dalam melakukan sesuatu, dalam hal ini menulis. Jika kamu sudah konsisten dalam menulis, lama kelamaan kamu akan terbiasa menyampaikan maksud melalui tulisan, dan tulisanmu semakin hari semakin terarah.

Kedua yaitu menambah bacaan. Membaca dapat meningkatkan wawasan dan kosa kata. Membaca juga membuat kita belajar tata bahasa dan tata kata untuk menyampaikan sesuatu melalui tulisan. Secara langsung maupun tidak langsung, ini akan mempengaruhi tulisanmu berikutnya. Tulisanmu akan membaik dari segi tata bahasa maupun isi. Pembahasannya pun semakin luas dan beragam, sesuai dengan kesukaan dan bacaan yang sering kamu baca. Pada tahap ini, menulis akan mulai menyenangkan, sesuai dengan tingkat ketertarikan kita dalam menulis.

Jika kamu tipe penulis fiksi, seperti cerpen dan lain-lain, membaca buku umum, berita, dan pengetahuan, akan dapat mengayakan wawasan yang kamu tulis dan bisa membuat ceritamu lebih berkembang dengan gambaran yang lebih nyata. Dan ini akan lebih menarik karena bisa jadi ceritanya sesuai dengan yang terjadi pada dunia nyata. Sedangkan jika ceritamu bersifat fantasi, maka kamu akan bisa mengembangkan cerita lebih luas dan membuat orang lain penasaran.

Ketiga, setelah kamu sudah konsisten dan rajin menulis, kamu rajin membaca, tulisanmu sudah berkembang dari kualitas isi konten, tata bahasa dan lainnya, adalah menentukan fokus tulisan. Hal ini akan membuatmu mudah menulisnya dan terarah. Selain dari membuatmu lebih produktif, kamu juga akan mulai menentukan siapa pembaca tulisanmu dan target dari sasaran tulisanmu. Ini juga akan membangun siapa dirimu di mata para pembaca. Jika sudah menentukan kamu berfokus kearah apa tulisannya, maka selanjutnya perdalam bagaimana tentang kepenulisan yang sebenarnya, yang bisa di buku kan, yang bisa menjadi karya cipta.

Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas sampai kepada bagaimana membuat buku dan melisensi tulisan, hanya saja saya ingin mengajak teman-teman untuk menulis menyampaikan gagasan, karya, dan lain-lain. Juga mengajak teman-teman untuk berkarya dan meningkatkan budaya membaca, karena dengan membaca dan menulis, kita akan mengetahui luasnya dunia dan juga ikut serta membawa orang-orang memahami bahwa setiap orang memiliki perannya masing-masing, setiap orang memiliki tulisannya masing-masing

0 komentar:

Apakah Aku Seorang Pengangguran ?

Agustus 07, 2019 , , , 0 Comments



Lagi asik-asiknya berkumpul, di tengah canda yang renyah dan gurih tiba-tiba ada yang bertanya kamu kerja dimana? dan gajimu berapa? Ah, merusak mood saja, kalau bekerja membuatku terbebani dan tidak dapat melakukan banyak hal yang berarti, maka saat itu aku menjadi robot dan sisanya menjadi manusia kecapekkan. Dan, selamat datang di kehidupan yang sebenarnya, dimana setiap orang mudah bertanya tapi jawabannya tak selalu mudah. Dimana pertanyaannya dipukul rata dan semua dianggap sama. Dimana semua dibandingkan dengan tolak ukur materi tanpa memandang kesenangan dalam jiwa yang senantiasa tersenyum kecil.

Ternyata semua itu bersembunyi dibalik statusmu yang dulunya seorang pelajar menjadi seorang yang bukan pelajar lagi. Mereka mengatakan kamu pengangguran jika kamu tidak bekerja menjadi pegawai, kantor, buruh atau lainnya yang memiliki gaji tetap. Dan mereka akan menyebutnya seorang pengusaha jika kamu membuat sebuah usaha dan telah menghasilkan banyak uang dan cabangnya sudah dimana-mana. Tetapi untuk kamu yang baru mulai, yang hasilnya beda tipis sama modal, mereka cuma bisa bilang, sok sibuk, ngapain, nggak ada guna. Apalagi orang yang melakukan kegiatan sosial tanpa gaji dan menjadi relawan. Dan kegiatan lain yang relevan dalam hal tidak ada uang yang dihasilkan.

Termasuk menjadi penulis misalnya, yang tulisannya belum terbit kecuali pada cuitan twitter, remahan facebook dan rerontokkan blogger. Meski kamu memiliki banyak kegiatan, tetapi jika itu tidak ada gajinya, selamat, kamu telah menjadi pengangguran.

Menjadi pengangguran memang bukan sebuah pilihan, malah menjadi beban negara, katanya. Nyatanya kegiatan sosial lain yang coba mencerdaskan bangsa dengan menjadi sukarelawan, tidak dianggap sebagai pekerjaan, tetapi sebuah kegiatan untuk menolak disebut pengangguran. Padahal menurutku pengangguran adalah orang yang tidak melakukan apa-apa bahkan tidak memiliki rencana apa-apa untuk dilakukan. Maka, sebenarnya membersihkan rumah, mengepel lantai, menulis di blog juga bisa disebut pekerjaan yang artinya kamu bukan pengangguran. Ya, kita kan tahu banyak juga yang pekerjaannya adalah menjadi penulis di blogger dan mulai menghasilkan uang. Tetapi di masyarakat kita, hal itu bukan sesuatu yang bisa dibanggakan.

Padahal, sering kali kita mendengar cerita  asik dan nyesek, kala ada seorang lelaki yang datang ke rumah orang tua dari wanita yang di cintainya untuk melamar. Dan yang ditanyakan pertama kali adalah kamu kerja dimana, gajinya berapa. Dan laki-laki itu menjawab, saya tidak bekerja pak, saya tidak punya gaji. Dan laki-laki itu di suruhnya pergi, "kamu mau kasih makan anak saya apa". Padahal, sang lelaki adalah juragan bakso dan mie ayam yang sudah memiliki lebih dari 20 cabang dan pengelolaannya sudah diberikan kepada seseorang yang digajinya untuk memanajemen usahanya. Dia hanya tinggal menerima semua hasil keuntungan dan membicarakan pengembangan bisnis lainnya.

Candaan di masyarakat memang menggelikan. Pasalnya, pekerjaan, meski hanya menjadi buruh begitu di banggakannya. Sedangkan sebuah kerja yang mencerdaskan malah tidak begitu di hargai malah diberi dengan berjibun pertanyaan, kritik dan saran yang membuat supaya ia menjadi umum seperti lainnya, menjadi seorang pesuruh orang lainnya. Yah, memang tak salah menjadi seorang pesuruh, selama bekerja dan mendapatkan nafkah yang halal, semua baik-baik saja. Yang menurutku tak sesuai adalah, menilai kegiatan dan pekerjaan orang lain tanpa dasar ilmu, hanya sekilas tampak saja. Namanya juga masyarakat, sekumpulan manusia, pasti memiliki nilai yang di sepakati bersama dan budaya yang telah di akui bersama. Maka semua wajar di standarkan dan dibandingakan dengan nilai yang ada.Tapi apakah itu baik?

Kerja yang baik adalah yang memberikan banyak kemanfaatan bagi orang lain. Kerja yang mulia adalah yang membuat orang yang melakukannya dan orang yang ada disekitarnya menjadi mulia. Sedangkan pekerjaan yang hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, adalah tingkatan paling tidak keren. Sayangnya, justru yang tidak keren inilah suka mengomentari yang lainnya. Dan di masyarakat yang majemuk, nilai yang sesuai dengan realita yang mereka bentuk sendiri, orang-orang seperti ini muncul dengan kerap dan mewarnai perjalanan hidup yang sebenarnya.

Ketauhilah, bahwa banyak yang sedang berfikir dengan keras untuk memahami kehidupan ini, dan berusaha untuk bebas dalam memilih pilihan hidupnya sendiri tanpa ada tekanan dari orang lain untuk membentuk kehidupannya sendiri. Tidak bekerja dan bergaji bukan berarti mereka menganggur, mereka hanya sedang melakukan pekerjaan lain yang menurut mereka perlu dan penting. Membuat tulisan, membuat kerajinan, mengajari anak mengaji, memberikan senyum terhadap saudara, menyapu masjid, dan banyak yang lainnya adalah sebuah pekerjaan. Ibu, salah seorang wanita yang mungkin dinamakan pengangguran jika tidak bekerja di luar. Padahal, dia hanya sedang mengabdi kepada suaminya yang mencari karunia Allah ke muka bumi ini. Dan Ibu mendidik anak ketika bapak sedang mencari nafkah, lalu menjaga rumah, merawatnya agar tetap nyaman dan bersih, dan itulah pekerjaan yang pahalanya bisa di ganjar dengan surga oleh Allah SWT.

Jadi sebenarnya  selama ini aku menganggur atau tidak? ya, menganggur dari gaji tetapi tidak dari kegiatan. Meski ketika menjadi mahasiswa dikatakan sebagai pengangguran berstatus, maka di kehidupan pasca kampus, aku adalah manusia bergelar pengangguran yang bertitle.

0 komentar: