Jatuh Cinta Pada Lilin

Juni 17, 2017 0 Comments


Assalamualaikum warahmatullah,,,

Selamat bahagia untuk sahabatku semua, sahabat yang setia membaca tulisan usang dari seorang dengan cita-cita seluas-luasnya. Mungkin dua tulisan terakhirku yang membahas tentang rasa cukup banyak yang dikuras ya perasaannya, karena yang dibahas soal hati. hihihi, tidak apalah karena penulis memangnya suka baper(bawa perasaan). Toh kan rasa itu memang harus ada dalam setiap lini kehidupan yang kita jalani, tetapi jelas baper disini dalam hal yang meningkatkan ketakwaan kepada Allah ya.

Pada kesempatan atau tulisanku kali ini, penulis akan mengungkapkan sesuatu nih sahabat. Teruntuk sahabat semua yang merasa mendapat pesan dan menjadi maksud dari ungkapan ini, semoga Allah mengijinkan turunnya rahmat dan karunia melalui tulisan ini. Yuk, sepertinya tidak perlu banyak-banyak pengantar dari ungkapan yang akan saya tuliskan disini. So, simak baik-baik ya biar bisa memahami apa yang disampaikan penulis..

Ada sebuah ketertarikan yang sudah cukup lama dalam benak ini. Dulunya, saya gemar sekali memandangi bulan diteras rumah sambil merebahkan diri dan melantunkan bait-bait puisi serta renungan terhadap ciptaan yang luar biasa itu. Sesekali saya menyeka dalam hati, dan bertanya "Kesepian kah saya..?". Dikala itu aku hanyalah seorang yang penuh dengan angan-angan dan merasa paling pintar dalam beberapa hal namun tidak jarang merendahkan diri dihadapan dunia. Aku terlalu sering berkonsentrasi pada apa yang menjadi kekuranganku( maksudnya apa yang Allah tidak berikan padaku), sedang sebenarnya aku memiliki suatu yang amazing yang tidak dimiliki orang lain.

Salah satu yang menurutku lebih, adalah kemampuanku memahami pola. Namun pikiranku 7-5 tahun lalu adalah rupaku yang tidak lebih ganteng dari teman-teman yang lain. Selain itu juga tentang kecilnya kepercayaan diri ini terhadap gagasan-gagasan yang muncul begitu menakjubkan dikepala, tetapi tertawan rasa dan logika pesimistis.

Salah duanya, yaitu menjadi seorang laki-laki perasa yang menurutku peka dan memahami perasaan orang lain. Hal ini membuat hati ini mudah berempati terhadap kesedihan orang lain. Kedua hal tersebut membuatku tersita dalam perasaan yang kala itu belum aku pahami maksud dan maknanya. Salah satunya adalah kasus yang ku namai jatuh cintanya aku pada seorang perempuan yang pernah menjadi teman sekelasku. Nah, salah yang kedua menjadi sebab utama terhadap aku 3 tahun lalu. Seorang pemuda yang suka merenungi nasib ketimbang bergerak merubah nasib. Salah yang kesatu hanya bertanggungjawab terhadap ilmu keduniaan seperti sains dan matematika.

Tetapi tak terhindarkan dua salah yang menjadi kelebihanku itu bersatu membentuk suatu kemampuan yang ajaib. Keadaan dan kegemaranku waktu itu, membuatku terlalu sempat mengamati orang lain disekitar dan membentuk intuisi sendiri dalam menyimpulkan sesuatu. Kebiasaan ini yang bertanggung jawab atas mudahnya aku memperkirakan watak seseorang cukup dari memandang matanya dan mendengar bicaranya dalam beberapa detik saja. Dengan itu dapat memperkirakan watak terburuk dan terbaik dengan Asumsi wataknya berada diantara dua batasan tersebut. Tentu ini hanya perkiraan, tetapi kemungkinan melesetnya hanya persoalan faktor x yang memang tersembunyi.

Ungkapan diatas barulah  intro yang berkepanjangan, dengan maksud supaya sahabat-sahabat dapat mengerti sudut pandang saya. Selain, aku pernah mengaku mencintai orang dari masa kecil sampai sekitar kelas 2 SMA. Sampai ku sadari itu hanya masalah prinsip hidup dan pemahaman tentang persepsi. Nyatanya aku memiliki dan menyukai konsep hidup yang sederhana dan komitmen yang kuat. Jika sudah satu prinsip dipegang, maka hal itu dipertahankan semampunya. Dan untuk menggantinya, memerlukan alasan yang kuat dan memang mendesak.

Cukup untuk definisi tentang rasa-rasa dan prinsip hidup yang bersemayam dalam jiwaku ini. Aku, sedang jatuh cinta pada lilin di kegelapan. Sinarnya redup tapi menguning indah dan memancarkan kehangatan kesekililing-nya. Jika engkau melihatnya pada sudut yang tepat, maka akan terlihat indah mempesona. Ya, begitulah aku belajar saat ini. Aku tak seperti matahari yang sinarnya cerah dan selalu diharapkan orang-orang setiap harinya untuk menemani aktivitasnya. Aku juga tak seperti bulan yang cahayanya lembut menenangkan, memberikan kesejukan dan memberikan momen terindah pada mahluk-mahluk hidup yang berada dibawah pancaran sinarnya.

Pada lilinlah aku jatuh cinta saat ini. Ia kecil dan cahaya nya tak memancar seperti matahari ataupun bulan. Ia tidak diharapkan disiang hari maupun dimalam hari biasanya. Tapi iya menjadi sangat berarti ketika gelap malam yang tak ditemani oleh lampu. Ia menjadi penghias dalam sebuah momen romantis pertemuan dua kekasih yang sedang dikarunia cinta. Meskipun kecil, jika ia hidup diwaktu dan momen yang tepat, ia menjadi indah dan begitu bermanfaat. Meskipun nyalanya sementara, ia bisa menggantikan sejenak tugas lampu dan rembulan ketika mereka sedang beristirahat.

Aku jatuh cinta pada lilin kecil yang menyala dikegelapan. Nyalanya memancarkan sinar harapan dalam gelapnya malam. Seperti manusia yang kecil lagi lemah, memilih menyala dikegelapan hiruk pikuk dan fananya dunia, ia kecil dan memancarkan sinar harapan kepada orang yang mencari kebenaran. Meski sementara sinarnya, seperti manusia yang hidupnya pun singkat. Aku jatuh cinta pada lilin kecil yang menyala dalam sepertiga malam, ia menemani sujud seorang hamba yang berserah diri dan penuh harap kepada tuhan-nya, Allah SWT.
Aku jatuh cinta pada lilin kecil yang nyala senyumnya memberikan keterangan untuk kembali meniti jalan yang benar, ditengah bisingnya bisian dunia. Aku mencintai dua lilin kecil yang mendidikku dengan keikhlasan dan penuh harap, yang sinarnya menyalurkan kasih dan sayang dari pencipta-Nya, Allah SWT.

Lilin kecil, menyalalah pada kegelapan dan jadilah indah. Terangi jiwa-jiwa yang mencari kebenaran agar jelas jalan yang ia tempuh.

0 komentar:

Antara Malu dan Cemburu

Juni 14, 2017 0 Comments

Cemburu Pada Langit







adwan                

Pernah sesekali dapat cerita dari sahabat. Pada suatu kali sahabat ini pernah berjanji dengan seseorang dosen untuk berbicara perihal tugas akhir. Tugas akhir memanglah penting bagi seorang mahasiswa untuk menyudahi masa studi formalnya di tingkat sarjana. Pendek cerita, mereka berjanji bertemu di gedung jam 09.00 am, maka sahabat ini sebisa mungkin ke gedung sebelum jam 09.00 am, malahan 30 menit lebih awal. Namun juga tidak jarang ketika dia janjian dengan temennya, janjianya jam 10.00 am, tapi dia berangkat sudah jam 10.30 am. itupun katanya masih nunggu lama. Sebenarnya ini juga terjadi dengan penulis, karena beberapa hal yang sudah menjadi kebiasaan. Namun ketika penulis yang mengajak ketemuan sebisa mungkin datang sebelum atau setidaknya tepat pada waktu yang dijanjikan, kalupun tidak selalu mengabari kalau datang terlambat.

Hal ini dilakukan karena ada rasa malu yang ada pada diri manusia. Menurut KBBI malu/ma·lu/ a 1 merasa sangat tidak enak hati (hina, rendah, dan sebagainya) karena berbuat sesuatu yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan, dan sebagainya):. Lagi-lagi perkara malu adalah perkara yang berhubungan dengan hati. Tetapi saya akan membahasnya secara rasional tanpa melupakan dengan rasa-rasanya juga. 

Tidak sedikit yang mengatakan bahwa malu adalah suatu sifat atau karakter yang penting untuk berada didalam manusia. Salah satu dari kisah pemimpin yang terpuji karena sifat pemalunya, bahkan di puji oleh Rasulullah dan juga salah satu sahabat yang telah dijamin masuk surga, adalah Ustman Ibn Affan. Seorang sahabat mulia, kaya, juga pandai menjaga tali silaturahmi. Pernah suatu kali ketika Rasulullah sedang merendamkan kakinya didalam kolam dan Beliau menyisingkan celananya hingga terlihat dengkulnya, lalu ada sahabat yang datang. Adalah Abu Bakar RA yang pertama datang, kemudian Rasulullah mempersilahkan Abu Bakar untuk masuk. Selanjutnya, datang sahabat lagi dan beliau mempersilahkan masuk. Sampai pada saat yang datang Ustman Ibn Affan yang datang, maka beliau berdiri sejenak menurunkan celananya sebelum mempersilahkan Ustman masuk. Sahabatpun bertanya kepada Rasulullah, kira-kira seperti ini kata-katanya, " Ya rasul, kenapa ketika Ustman datang engkau menurunkan celanamu tetapi ketika kami tidak?", "Bagaimana aku tidak malu kepada Usman ibn Affan yang malaikatpun malu kepadanya."
*mungkin ada perbedaan redaksi dari sumbernya, jika ada perbedaan maka ikuti yang kuat sumbernya

Dari sedikit kisah diatas, betapa Rasulullah SAW begitu menjunjung tinggi rasa malu didalam akhlaknya. Mungkin ini cerita yang sudah cukup tinggi objeknya. Jadi untuk kita, cukup sulit untuk menerapkannya dan bisa saja beralasan "mereka kan sahabat yang sudah di jamin surganya, lah kita..?" Wajar seperti ini, maka dari itu saya ingin membahas rasa malu ini melalui sumbernya(hati) dan juga realitanya(pengalaman). 

Rasa malu ini paling mudah kita jumpai pada kehidupan ini adalah cerita yang pertama yaitu tentang dua sahabat yang berjanji dan juga seorang mahasiswa yang berjanji ketemuan dengan seorang dosen. Maka ketika sahabat ini berjanji dengan temannya, maka dia masih menimbang-nimbang untuk datang tepat waktu atau tidak sesuai karakter teman yang dia ajak janjian tersebut. Jika yang diajak janjian adalah tipikal orang tepat waktu, maka kalau sampai terlambat dari janji yang sudah disepakati ada rasa malu yang besar dari sahabat ini. Jika tidak, maka perlu ditanyakan bagaimana kondisi ahlaknya. Tetapi, ketika berjanji dengan dosen atau orang yang memiiki derajat lebih tinggi, sahabat ini akan datang lebih awal meskipun dosen yang diajak janjian datang terlambat jauh dari waktu yang telah disepakati. Kenapa demikian? Kita manusia cenderung menghormati yang lebih tua atau yang lebih hebat menurut pendapatnya masing-masing.

Malu mendorong kita melakukan sesuatu dengan lebih baik. Maka kita dapat menyadari beberapa dari rasa malu ini.

Sahabat, ada beberapa yang menjadi pemikiran saya tentang rasa malu ini. Tidakkah kita, terkhusus yang beragama islam, telah berucap dua kalimat syahadat. Terlebih lagi kita selalu berucap "iyyaaka na'budu wa-iyyaaka nasta'iinu" dalam surat Al-fatihah yang kurang lebih artinya "Hanya kepada Engkau kami berlindung dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan". Minimal bagi yang menjalankan kewajiban berucap itu sebanyak 17 kali. Tapi pernahkah kita merenungkan hal tersebut 

Bagaimana kalau kita melihatnya bagaimana Allah terhadap mahluk-Nya. Saya menemukan tulisan menarik tentang suatu rasa, yaitu cemburu. Cemburu ini juga suatu rasa masalah hati yang salah sebabnya karena cinta. Sama halnya dengan malu, cemburu timbul akibat adanya sikap melebihkan dan ingin dilebihkan dengan bumbu-bumbu pengharapan, sehingga ketika harapan itu diabaikan timbul rasa yang disebut cemburu. Bagaimana dengan Allah..? Yuk simak tulisan ini :

Cemburu merupakan refleksi dari perasaan cinta yang muncul ketika orang yang dicintai melakukan tindakan tidak sesuai. Tidak hanya terjadi pada manusia, ternyata Allah Azza Wajala juga cemburu kepada hamba-Nya. 

Bahkan dalam sebuah hadist dijelaskan bahwa tidak seorang pun cemburu melebihi dari cemburunya  Allah. Jika manusia bisa begitu murka ketika terbakar cemburu, maka bagaimana dengan cemburunya sang maha pencipta ini? 

Manusia sejatinya harus memahami kecemburuan Allah SWT. Ini untuk menghindari kemurkaan karena manusia sudah terlalu jauh dari-Nya. Caranya adalah dengan  menghindari hal-hal yang membuat Allah SWT cemburu. Lantas apa saja tindakan tersebut? Berikut ulasannya.

Cemburu sebenarnya adalah fitrah manusia dan bukan merupakan sifat Allah yang berbeda dengan makhluk. Kata ini dalam hadist Rasulullah merupakan diksi untuk melukiskan sebuah ilustrasi rasa, kata indah  untuk mendeskripsikan sebuah suasana bahwasannya Dzat Maha Pencipta Allah Aza Wajala yang menggenggam Cinta atas hamba-Nya.

Salah satu yang membuat Allah SWT cemburu adalah ketika manusia berbuat sesuatu yang keji. Hal ini dijelaskan Nabi Muhammad dalam hadis riwayat Bukhari berikut ini. 

“Tidak ada sesuatu yang lebih cemburu selain Allah, karena itu Dia mengharamkan Segala macam kekejian.” (H.R Bukhari). 

Dalam riwayat lain, dari Aisyah Radiyallahu Anha dikisahkan bahwa Rasulullah SAW pernah dalam sebuah khutbahnya begitu menggebu-gebu ketika menjelaskan tentang ini. Saat itu terjadi gerhana matahari, setelah shalat bersama sahabat, beliau saw berdiri dalam mimbar dan berpesan panjang, diakhir khutbah itu Rasulullah bersabda yang artinya: 

“…Hai umat Muhammad, tidak seorang pun lebih cemburu daripada Allah, bila hambanya, lelaki maupun perempuan, berbuat zina. Hai umat Muhammad, demi Allah, seandainya kalian tahu apa yang kuketahui, tentu kalian banyak menangis dan sedikit tertawa. Ingatlah! Bukankah aku telah menyampaikan”. (Shahih Muslim No.1499)

Rasulullah saw bersabda; “Tidak ada seorangpun yang lebih menyukai pujian daripada Allah maka oleh karena itulah Dia memuji Zat-Nya sendiri. Dan tidak seorangpun yang lebih cemburu daripada Allah maka karena itu Allah mengharamkan perbuatan keji” (Bukhari Muslim)


Cinta Allah lah yang sejatinya paling besar kepada hamba-hamba-Nya. Apa yang dicemburui Allah juga merupakan hal-hal yang menjaga kebaikan diri kita di dunia dan akhirat.

Sungguh indah tulisan ini, bagaimana sangkaan kita terhadap Allah harus selalu baik, menyikapi banyaknya Aturan yang Allah tetapkan kepada manusia adalah bentuk dari ke-Maha Pengansih dan ke-Maha Penyayangnya kepada mahluknya. Maka Allah juga memiliki nama yang Maha Malu.

"Sesungguhnya Allah Maha pemalu dan pemurah. Dia malu bila seorang lelaki mengangkat kedua tangannya kepada-Nya lalu Dia mengembalikannya dalam keadaan kosong dan hampa” (HR. Abu Daud: 1488 dan at-Tirmidzi: 3556 dan beliau mengatakan: hasan gharib. Dishahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud dan Shahih at-Tirmidzi).

Jadi, sifat malu dan cemburu bukanlah suatu hal yang tidak bak, melainkan suatu sifat yang murni muncul dari dalam nurani manusia sebagai refleksi dari penciptanya. Allah menganugrahkan rasa malu dan cemburu pada manusia agar kita paham bagaimana cemburu nya Allah ketika mahluk-Nya tidak lagi berserah diri dan memohon pada-Nya, dan Juga malu apabila tidakmemberi hamba-Nya apa-apa, ketika kita meminta pada-Nya.

Ya, begitulah indahnya. Maka aku cemburu kepada langit yang tidak pernah berbohong dan selalu patuh pada penciptanya, dan Malu pada langit karena tak bisa menjadi taat kepada Allah seperti langit, padahal Allah telah katakan bahwa manusia adalah sebaik-baiknya ciptaan Allah.

0 komentar: